Minggu, 16 Februari 2014

THAHARAH (BERSUCI)



THAHARAH (BERSUCI)[1].

Thaharah menurut bahasa artinya bersuci atau “An-Nazhafah” yang artinya bersih. Sedangkan thaharah menurut istilah adalah suci dari hadats dan najis. Sementara defenisi atau arti thaharah secara luas dapat diartikan kepada dua makna :
1.      Bersih dari menduakan Allah Ta’ala  dalam beribadah atau yang biasa disebut syirik. Dan bersih hati dari sifat dengki kepada hamba-hamba Allah yang beriman. Hal ini lebih penting dari bersih badan, bahkan tidak akan sempurna bersih badan bila masih ada najis syirik, sebagaimana firman Allah SWT :

إنما المشركون نجس

Artinya : sesungguhnya orang-orang musyrik itu adalah najis (Q.S At-Taubah 28).

2.      Suci lahir yakni menghilangkan hadats dan sebab yang tidak membolehkan shalat. Ada dua sebab mengapa para ahli fiqih selalu memulai kitab mereka dengan bab thaharah, alasan yang pertama : bersuci adalah menghilangkan kotoran, sementara menghilangkan kotoran itu merupakan kewajiban, sebagaimana Firman Allah Ta’ala :

إن الله يحب المتطهرين

Artinya : sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang mensucikan diri (Q.S Al-Baqarah 222 ). Kemudian alasan yang kedua : bersuci atau thaharah merupakan kunci shalat yang merupakan rukun kedua yang paling ditekankan setelah mengucapkan dua kalimat syahadat. Maka apabila hendak mendirikan shalat diwajibkan berwudhu terlebih dahulu sebagai mana Firman Allah Ta’ala dalam Al-Qur’an Surah Al-Maidah ayat 6 ).

            Inilah kajian kitab Minhajut-Thalibin beserta Syarahnya Tuhfatul Muhtaj Bi Syarhi Al-Minhaj, dikatakan bahwa :

قال الله تعالى : ( وأنزلنا من السماء ماء طهور )

Artinya : “ Allah Ta’ala telah berfirman : dan Kami telah menurunkan dari langit air dapat mensucikan (Q.S Al-Furqan ayat 48 ).

            (penjelasan) : Allah Ta’ala telah menurunkan air yang bersumber dari langit, yang mana dengan air tersebut dapat kita gunakan untuk bersuci dari Hadats dan Najis. Yang dimaksud dengan hadats adalah sebuah hukum yang ditujukan kepada tubuh sesorang, yang mana karena hukum tersebut dia tidak boleh mengerjakan shalat, puasa, haji, membaca Al-Qur’an, menyentuh Al-Qur’an dan lain sebagainya. Sementara najis adalah semua yang kotor dilihat dari kaca mata syariat atau bentuk kotoran yang setiap muslim diwajibkan untuk membersihkannya dari tempat yang terkena najis tersebut. Tapi tidak setiap yang kotor itu adalah najis, sebagai contoh air mani, ludah dan dahak, kotoran hidung dan telinga, dan lain sebagainya.
            Secara singkat dapat difahami bahwa Hadats itu keadaan seseorang yang terkena najis, sementara najis adalah bendanya atau dzatnya. Sebagai contoh wanita yang haid disebut berhadats, sementara darah haidnya disebut najis, wanita yang melahirkan disebut berhadats , sementara darah nifas (melahirkan) disebut najis. Akan tetapi tidak semua Hadats itu najis, sebagai contoh keluar mani itu berhadats, akan tetapi mani tidaklah najis.
                        Hadats terbagi kepada dua bagian, pertama : Hadats besar , contohnya orang yang haid, junub, dan nifas. Maka orang tersebut dihukumi berhadats besar. Dan cara mensucikannya adalah dengan mandi wajib dan tayammum. Kedua ; Hadats kecil, buang air besar atau kecil cara mensucikannya adalah dengan berwudhu dan tayammum.
            Najis terbagi kepada tiga bagian, yaitu diantaranya :
a)               Najis mughalladzah (berat).
                        Yaitu najis yang disebabkan karena jilatan anjing maupun babi, atau karena menyentuh keduanya. Cara mensucikannya adalah dengan cara terlebih dahulu dihilangkan wujud benda najis itu, kemudian baru dicuci bersih dengan air sampai tujuh kali basuhan dan diantaranya dibasuh dengan air yang bercampur dengan tanah.
b)             Najis Mukhaffafah (ringan).
                        Yaitu najis yang bersifat ringan seperti air kencing bayi laki-laki yang umurnya kurang dari dua tahun dan belum makan apa-apa selain air susu ibunya. Cara menghilangkannya cukup dengan memercikkan air pada benda atau tempat yang terkena najis itu sampai bersih. Sementara kalau terkena air kencing anak perempuan wajib dicuci atau dibasuh.
                        Mengapa berbeda cara membersihkan air kencing anak laki-laki dengan membersihkan air kencing anak perempuan? Kalau anak laki-laki yang belum berumur dua tahun dan belum makan apa-apa selain air susu ibunya, cukup dipercikkan saja dengan air, sementara kalau anak perempuan wajib dibasuh, mengapa demikian? Karena :
-          Bahwa anak perempuan lebih cepat dewasa dibandingkan anak laki-laki.
-          Karena perempuan ada haidnya, walaupun anak itu masih kecil dia belum haid, tapi sumber haid itu sudah ada.
-          Awal mula wanita diciptakan dari tulang rusuk Nabi Adam A.S , sementara tulang adalah najis, maka air kencing anak perempuan itu dihukumi najis berdasarkan qiyas (penyamaan hukum) dari tulang rusuk tersebut. Wallahu A’lam.
c)              Najis Mutawassithah (sedang).
                        Seperti kotoran manusia atau binatang, air kencing, nanah, darah, bangkai ( selain bangkai ikan, belalang dan mayat manusia, dan lain sebagainya. Najis mutawassithah terbagi kepada dua :
-          Najis ‘Ainiyah yaitu najis yang bendanya berwujud. Cara mensucikannya dengan menghilangkan zatnya terlebih dahulu, hingga hilang rasa, bau dan warnanya kemudian menyiramnya dengan air bersih.
-          Najis hukmiyah, yaitu najis yang tidak Nampak bendanya, seperti bekas kencing, arak yang sudah kering. Cara mensucikannya cukup dengan mengalirkan air pada bekas yang terkena najis tersebut.
d)      Najis yang dimaafkan.
-          Bangkai binatang yang darahnya tidak mengalir, seperti nyamuk, kutu, kecoa, belalang, kalajengking dan lain sebagainya.
-          Najis yang sedikit sekali.
-          Nanah atau darah dari kudis atau bisulnya sendiri yang belum sembuh.
            Adapun benda-benda yang tergolong najis, diantaranya yaitu :
1.      Bangkai , kecuali mayat manusia, ikan dan belalang.
2.      Darah
3.      Nanah
4.      Segala sesuatu yang keluar dari dua lubang kecuali mani.
5.      Anjing dan babi
6.      Minuman keras seperti arak dan sebagainya.
7.      Bagian badan anggota binatang yang terpisah karena disembelih dan sebagiannya masih hidup.

Selanjutnya didalam kitab Minhajut-Thalibin beserta Syarahnya Tuhfatul Muhtaj Bi Syarhi Al-Minhaj, dikatakan bahwa :

يشترط لرفع الحد ث وانجس ماء مطلق. ما ء مطلق هو ما يقع عليه اسم ماء بلا قيد.

Artinya : dan disyaratkan untuk mengangkat (membersihkan) hadats dan najis itu dengan air muthlaq, yang dikatakan air muthlaq adalah apa yang terjadi atasnya nama air tanpa ada ikatan.

            (Penjelasan) : syarat untuk membersihkan hadats dan najis harus dengan air muthlaq, dan air muthlaq itu adalah sesuatu yang dinamai “air” yang mana tidak ada tambahan pada namanya atau air yang jauh dari adanya qayyid (ikatan) yang tetap. Maksudnya adalah sesuatu yang dinamai “air” kemudian sesuatu yang dinamai air itu tidak ada tambahan pada namanya, seperti air kopi, air the, air susu dan lain sebagainya. Pada air kopi dan contoh lainnya, ada tambahan pada namanya, awalnya namanya air saja, namun setelah ditambahkan kopi maka jadilah namanya air kopi. Dan ada qayyid atau ikatan yang tetap yang tidak bisa dipisahkan. Air kopi tidak bisa dipisah-pisahkan antara airnya, kopinya, gulanya, karena air, gula, kopi sudah menyatu, jadi itulah yang dimaksud dengan qayyid. Maka yang dikatakan air muthlaq itu adalah air yang tidak ada tambahan pada namanya, dan jauh dari adanya qayyid.
            Adapun air muthlaq yang digunakan untuk bersuci ada tujuh macam, yang mana selain dari air yang tujuh macam ini tidak sah digunakan untuk bersuci. Air muthlaq yang dimaksud adalah :
1.      Air hujan
2.      Air sumur
3.      Air sungai
4.      Air salju
5.      Air telaga (danau)
6.      Air embun
7.      Air laut
       Pada air ini ada tambahan pada namanya, akan tetapi tambahan pada nama “air” seperti air sumur, hal itu hanya sebagai menerangkan tempat/wadah air itu berada. Contoh air sumur, dikatakan air sumur karena tempatnya berada disumur.  Walaupun ada tambahan pada namanya,itu hanya menunjukkan tempat air itu berada, dan  itu berbeda dengan air kopi , air susu, dan lainnya yang disebutkan diatas. Kalau air kopi itu bersifat qayyid (ikatan) yang tetap, sementara kalau air sumur tidak ada qayyiq. Sebagainya buktinya adalah Apabila seseorang mengambil air sumur, maka yang terambil hanya airnya saja, tidak mungkin sumurnya terikut, akan tetapi kalau kita mengambil air kopi, maka pastilah kopinya, airnya, gulanya juga terikut, karena air kopi bersifat qayyid. itulah perbedaan air muthlaq dengan air yang tidak muthlaq.

ISTINJA’
            Istinja’ adalah menghilangkan sesuatu yang keluar dari salah satu diantara saluran najis (kemaluan dan dubur). Dengan air dan seumpanyanya, seperti batu dan kertas. Menggunakan sesuatu yang bukan air, seperti batu dalam beristinja’ sama halnya seperti menggunakan air dalam beristinja’ dan dapat menyucikannya dengan sempurna.
            Syarat-syarat beristinja’ dengan batu dan sejenisnya hendaklah dilakukan sebelum kotoran kering, dan kotoran itu tidak mengenai tempat lain dan tempat keluarnya. Kalau kotoran sudah kering atau mengenai tempat lain selain dari tempat keluarnya, maka tidak sah lagi istinja’ dengan batu tetapi wajib dengan air.

والله أعلم


[1] Makalah ini disampaikan oleh Al-Faqir ilallah Sumitra Nurjaya pada Majlis Ta’lim ………….. pada tanggal 5 januari 2014 bertepatan tanggal 27 Shafar 1435 H. Yang makalah ini merupakan isi pengajian dari Kitab Minhajuth-Thalibin karya Al-Imam An-Nawawi beserta Syarahnya yaitu kitab Tuhfatul Muhtaj Bisyarhi Al-Minhaj karya Syaikhul Islam Ibnu Hajar Al-Haitami.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar