Minggu, 16 Februari 2014

KEWAJIBAN ISTRI TERHADAP SUAMINYA



KEWAJIBAN ISTRI TERHADAP SUAMINYA[1]

            Seorang istri mempunyai kewajiban mentaati serta berbakti dan mengikuti segala yang diminta dan dikehendaki oleh suaminya, asalkan tidak merupakan suatu hal yang berupa kemaksiatan. Jelaslah apabila terdapat unsure-unsur kemaksiatan didalamnya, maka wajiblah kita menolak kehendak serta kemauan suami dengan cara sebaik-baiknya. Rasulullah SAW bersabda :
ا ذ ا صلت المر أ ة خمسها و صا مت شهرها وحفظت فر جها و أ طا عت زو جها دخلت ربها.
            Artinya : “ apabila seorang wanita itu telah melakukan shalatnya lima waktu, berpuasa dibulan puasa (Ramadhan), menjaga kemaluannya dan menta’ati suaminya, maka ia akan memasuki surga Tuhannya “. ( H.R Ibnu Hibban ).
            Dalam riwayat yang lain disebutkan bahwa Nabi SAW bersabda :
            Artinya : “ setengah dari haknya suami ialah jangan sekali-sekali istirinya itu memberikan sesuatu dari rumahnya (kepada oramg lain), melainkan dengan izin suaminya. Kalau istri itu melakukan hal tersebut yaitu memberikan sesuatu dari rumahnya tanpa izin suaminya, maka dosa adalah atas istrinya sedang pahala bersedekah adalah untuk suaminya. Diantara setengah dari kewajiban istri kepada suaminya adalah seorang istri tu apabila keluar dari rumahnya tanpa izin suaminya maka ia mendapatkan laknat dari Malaikat sampai ia pulang kerumahnya kemudian bertaubat “ ( H.R Al-Baihaqi ).
            Tentang kewajiban istri kepada suaminya memang banyak sekali, tetapi yang terutama dan terpenting ada dua macam,yaitu : pertama, menjaga diri dan menutup segala sesuatunya. Kedua, seorang tidak boleh menuntut sesuatu yang lebih dari apa yang diperlukan. Istri hendaknya menjaga supaya usaha suaminya (pekerjaan yang dilakukan suaminya) tidak menjurus kepada usaha yang dilarang agama. Memang demikian kebiasaan para wanita zaman dahulu. Bila seorang pria (suami) keluar dari rumahnya, si istri akan berkata : “ hati-hatilah memperoleh penghasilan haram, kami lebih senang tabah menghadapi kelaparan dan penderitaan dari pada menghadapi neraka.
            Diantara kewajiban istri bagi suami adalah ia tidak menghamburkan harta suami, dia harus memelihara untuk suaminya. Kemudian seorang istrinya hendaknya jangan banyak mengeluh kepada suaminya, atau mengeluhkan sikap suaminya kepada orang lain, karena hal itu bisa menghilangkan kecintaan dari hati suami.  Diriwayatkan bahwa Asma’ binti Kharijah Fazari berkata kepada puterinya diwaktu perkawinan putrinya, yaitu :
“ Hai anakku sekarang engkau sudah bersuami, jadilah kamu sebagai tanah untuknya dan ia akan menjadi langitmu, jadilah engkau sebagai lantai untuknya dan ia dapat engkau jadikan sebagai tiangmu. Janganlah engkau terlampau menjauh darinya, agar ia tidak melupakan dirimu, peliharanya suamimu itu dengan sebenar-benarnya, hidungnya, pendengarannya, matanya dan lain-lainnya, janganlah kiranya suami itu akan mencium sesuatu dari dirimu melainkan yang harum, jangan pula ia mendengar melainkan sesuatu yang enak untuk didengar, jangan pula ia melihat melainkan yang indah dari dirimu “
            Adapun makna yang bisa diambil dari pesan seorang sahabat tersebut ialah bahwa istri itu hendaklah menjaga suaminya,baik diwaktu ia bepergian  ataupun ketika ia dirumah. Hendaklah diusahakan agar suaminya itu selalu gembira dalam segala sesuatu yang dihadapinya. Janganlah sekali-kali seorang istri itu mengkhianati dirinya sendiri ataupun harta suaminya, jangan pula istri itu keluar dari rumahnya melainkan dengan izin suaminya. Jikalau sudah menerima izin atau terpaksa keluar maka hendaklah seorang istri tersebut keluar dengan pakaian yang sederhana, tidak memakai pakaian tabarruj, , tidak memamerkan tubuh dan pakaiannya, ia harus menghindarkan diri bercakap-cakap dijalan dengan laki-laki yang bukan mahramnya.
            Yang wajib diutamakan seorang istri adalah kebaikan keadaan dirinya sendirinya serta mengatur dan menertibkan keadaan rumah tangganya. Maksudnya haruslah rajin melakukan ibadah yang wajib baginya. Seorang istri hendaklah puas dengan apa yang ada pada suaminya mengenai apa saja yang dirizkikan oleh Allah Ta’ala padanya. Ia haruslah mendahulukan hak suaminya dari pada haknya sendiri. Selain itu istri juga wajib memberikan kasih saying kepada anak-anaknya, menjaga dan menutupi aib mereka, jangan mudah mengeluarkan kata-kata makian pada anak-anaknya.
            Dalam melayani tamu suaminya seorang istri diperbolehkan melayani tamu suaminya ketika suaminya ada dirumah, akan tetapi ia harus menjaga etika dan akhlaq keislaman dalam berpakaian, perhiasan, ucapan, dan tata cara berjalannya. Berkata Syaikhul Islam Ibnu Hajar : apabila sang istri tidak memperhatikan kewajibannya dalm menutup aurat, sebagaimana terjadi pada kebanyakan perempuan dewasa ini, maka kemunculan mereka dihadapan laki-laki menjadi haram.
            Dari Anas r.a, Nabi SAW bersabda : Ada lima orang yang shalatnya tidak diterima, yaitu:
1.      Seorang istri yang membuat suaminya marah.
2.      Hamba sahaya yang melarikan diri dari tuannya (majikannya).
3.      Orang yang mendiami sesama saudaranya sesama muslim lebih dari tiga hari
4.      Orang yang selalu meminum minuman keras
5.      Seorang pemimpin yang dibenci masyarakatnya (imam yang tidak disenangi jama’ahnya).

Jikalau disimpulkan ada beberapa adab kesopanan seorang istri kepada suaminya, yang mana apabila adab-adab tersebut diamalkan niscaya akan senantiasa memperoleh ketenangan didalam rumah tangga, diantara adab-adab tersebut adalah sebagai berikut :
1)      Janganlah istri membangga-banggakan dirinya dihadapan suaminya, baik itu karena kemolekannya atau kecantikannya.
2)      Jangan menghina suaminya, baik itu karena wajahnya ataupun keturunannya dan sebagainya.
3)      Senantiasa menjaga kedamaian dan ketenangan dalam segala hal.
4)      Menahan diri dari berbuat segala sesuatu diwaktu suaminya tidak dirumah.
5)      Menunjukkan sikap yang jernih dan berlapang dada atas segala kesulitan yang sedang dihadapi.







[1] [1] Makalah ini disampaikan oleh Al-Faqir ilallah Sumitra Nurjaya  Al- Banjariy Al-Jawiy pada Majlis Ta’lim ………….. pada tanggal 1 Rabi’ul Akhir 1435 H, atau bertepatan tanggal 2 Februari  2014 Makalah ini ditulis dari kitab :
-          Ihya’ Ulumiddin oleh Al-Imam Abu Hamid Muhammad bin Muhammad Al-Ghazali.
-          Mukasyafatu Al-Qulub oleh Al-Imam Abu Hamid Muhammad bin Muhammad Al-Ghazali.
-          Tanbihu Al-Ghafilin oleh Al-Imam Al-Faqih Abu Laits Samarqandi.
-          Al-Halal wal Haram oleh Asy-Syaikh Muhammad Yusuf Al-Qaradhawi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar