Selasa, 25 Februari 2014

PRIA PEMBUAL CINTA



PRIA PEMBUAL CINTA

            Ketika dua Insan dimabuk cinta, otak sering sekali tidak bekerja. Hal-hal yang terjadi diukur hanya berdasarkan rasa cinta yang serimg tidak rasional dan melupakan pentingnya kesucian jiwa. Seketika itu rayuan-rayuan pria pembual cinta seraya pujian dari langit tertinggi. Janji – janji manis menjadi bunga kehidupan yang mekar nan indah dan harum. Kata-kata cintanya terbawa hingga kedalam mimpi dan ingatan.
            Biasanya, pria pembual cinta hanya pandai berkata-kata manis, dibalik itu ia menuntut hal lain yang tabu dan haram dilakukan. Awalnya mungkin hanya usapan rambut, rabaan dan remasan tangan, esoknya meminta ciuman, lusa dan seterusnya merengek minta keperawanan. Naudzubillahi min dzalik. Kemudian dalam mabuk cinta, terlintaslah dalam fikiran si wanita, bahwa demi cinta dengan rasa khawatir pria itu akan meninggalkannya, maka dipenuhilah seluruh permintaannya, termasuk menyerahkan kesucian / keperawanannya.
            Barulah dirinya sadar ketika mengetahui bahwa sesungguhnya pria yang mengungkapkan kata-kata cinta itu hanyalah pria pembual, terbukti setelah kesuciannya terenggut dan segala yang diinginkannya terpenuhi, ia menghilang meninggalkan janji-janji manisnya dan bunga-bunga cinta yang ditaburnya. Begitulah pria pembual, habis manis sepah dibuang.
            Karena bualan cinta, terbentuklah semacam anutan dalam menilai dan menyikapi lawan jenis yang disukai, anutan itu sering dianggap sebagai prinsip bercinta, yakni :
1.      Narsistik (Narsisme)
Narsistik berarti cinta terhadap diri sendiri yang berlebihan sehingga saat harus mencintai orang lain (lawan jenis) diukur seberapa jauh keuntungannya bagi diri sendiri. Orang yang menganut cinta narsistik dapat dikatagorikan orang egois. Dia hanya berfikir untuk kesenangan diri sendiri, tag pernah berfikir untuk berbagi. Orang semacam ini sekalipun dirinya sendiri banyak kekurangan, namun selalu menginginkan pasangan yang jauh lebih sempurna dari dirinya sendiri.
2.      Transaksional
Transaksional adalah jenis cinta seperti pedagang. Jika “barang” itu membawa untung, maka diambil. Jika tidak, segera disingkirkan. Tipe orang transaksional tidak jauh dari pedagang. Ia mencari fartner (pasangan) yang mungkin bisa meningkatkan keuntungan bagi dirinya (cinta matre) . ia mencari orang yang tebal dompetnya atau memiliki jabatan strategis.
3.      Patagolis
Patagolis adalah cinta over dosis. Yaitu mencintai seseorang secara berlebihan, cenderung gila-gilaan, dan menghambakan diri pada yang dicintainya (cinta buta). Banyak laki-laki yang sudag tidak rasional lagi saat mencintai seorang wanita. Ia berani menyakiti dirinya demi membela cintanya. Ia rela memenuhi keinginan wanita yang dicintainya walaupun hal itu sangat menyakitkan, mustahil untuk dilakukan atau dapat membunuh dirinya.
            Karena bualan cinta ini, banyak remaja yang nekad menikah hanya bermodalkan cinta dengan mengorbankan orang tua dan agamanya. Tag jarang akhirnya mereka kecewa karena cinta bukan segala-galanya. Cinta hanya salah satu pondasi dari rumah tangga bahagia dan bukan segala-galanya. Hal-hal lain yang mendasarinya diantara yang terpenting adalah keimanan.
            Ketika badai datang menerjang, cinta akhirnya tag memberikan andil yang banyak. Bahkan sebagaian besar sudah lupa bahwa dulu diantara mereka pernah ada gelora cinta dan berjanji untuk hidup semati dalam situasi dan kondisi apapun. Kini saat badai menerpa, cinta malah menghilang dan yang tersisa adalah derita. Sementara rumah tangga pun diujung tanduk.
            Jangan mudah terbius dengan satu kata yaitu “cinta”. Semoga tulisan yang singkat ini ada manfaatnya bagi kita semua.

By : al-faqir ilallah abdullah al-Qurthubi az-Zuhaily / Sumitra Nurjaya al-Banjariy al-Jawiy.

والله تعالى اعلم

BERITA DARI ALAM KUBUR



BERITA DARI ALAM KUBUR[1]

            Kematian adalah sesuatu yang pasti, kita tidak bisa menghindarinya karena kematian akan menjemput kita meski kita lari darinya. Suka atau terpaksa, kita akan melewati satu fase lain dari kehidupan kita. Benar, kita akan menempati tempat penantian-gerbang akhirat yaitu alam kubur.
            Alam kubur adalah tempat yang penuh misteri, ia adalah dinding pemisah antara alam akhirat dengan alam dunia. Didalamnya tidak ada satu manusia pun yang terbebas dari kesempitan dan kengeriannya, siapapun dia. Bahkan Rasulullah saw tidak mendirikan satu shalat pun kecuali membaca doa agar dijauhkan dari azab kubur di akhir shalatnya.
            Namun sebelum kita memasuki alam kubur kita terlebih dahulu mati, maka pada makalah ini pembahasan yang pertama adalah mengenai kematian.

A.     Kematian
Salah satu yang wajib diimani keberadaannya adalah al-maut (kematian). Kematian pasti akan menimpa setiap yang bernyawa, berdasarkan firman Allah Ta’ala : “tiap-tiap yang berjiwa pasti akan merasakan mati” (Q.S al-Anbiya’ 35). Kemudian dalam firman Allah yang lain :         “ sesungguhnya kamu akan mati dan sesungguhnya mereka akan mati (pula) “ (Q.S az-Zumar 30).
Selain keterangan dari al-Qur’an, banyak pula keterangan dari Hadits yang menegaskan adanya kematian. Kematian merupakan hal yang pasti ada menurut akal dan dijelaskan oleh Syara’. Oleh karena itu keberadaannya wajib diimani.
Mati adalah keterputusan hubungan yang terjalin didunia antara ruh dan  badan, keterpisahan dan keterhalangan antara ruh dan badan, pergantian dari satu keadaan ke keadaan yang lain dan perpindahan dari alam ke alam lain.
Kita yakin bahwa malaikat pencabut ruh adalah Izra’il, dan ia akan mencabut semua ruh dengan izin Allah Ta’ala. Apabila ada yang berkata didalam al-Qur’an ada keterangan yang menyandarkan pencabutan ruh langsung kepada Allah, sedangkan pada ayat yang lain pencabutan ruh itu disandarkan kepada malaikat. Seperti pada firman Allah Ta’ala :                     “ Allah memegang jiwa orang ketika matinya dan memegang jiwa orang yang belum mati diwaktu tidurnya, maka Dia tahan jiwa orang yang telah Dia tetapkan kematiannya ....” (Q.S az-Zumar 42). Dan dalam firman-Nya yang lain : “ ...sehingga apabila datang kematian kepada salah seorang diantara kamu, ia diwafatkan oleh malaikat-malaikat Kami, dan malaikat-malaikat kami itu tidak melalaikan kewajibannya “(Q.S al-An’am 61). Jawabannya adalah : proses mematikan disandarkan kepada Allah karena hakikatnya Dialah sang pelaku, yakni Dialah yang menciptakan perbuatan mematikan itu. Sedangkan penyandarannya kepada Malaikat maut karena dialah yang dipercaya oleh Allah untuk melakukannya, karena para Malaikat adalah pembantu-pembantu-Nya.
Apabila banyak orang mati secara bersamaan ditempat berbeda, bagaimana bisa Malaikat maut mencabut ruh orang-orang yang mati itu sendirian? Jawab : tentu bisa, karena baginya dunia ini bagaikan piring dihadapan orang makan. Ia akan mudah mengambil apapun darinya yang ia kehendaki.
Dari Abu Hurairah r.a, sesungguhnya Nabi saw bersabda : “ jika seorang mu’min meninggal dunia, maka dua malaikat dengan memakai sutrah putih mendatanginya, seraya berkata : Keluarlah kamu dalam keadaan ridha dan diridhai, menuju surga dan kesenangan, dan Allah tidak akan marah, maka ruhnya keluar dalam keadaan wangi seperti  minyak kasturi, sampai para malaikat berebut untuk memegangnya, lantas mereka membawanya menuju pintu langit, kemudian para Malaikat penjaga langit bertanya : alangkah wanginya ruh yang engkau bawa dari bumi ini, mereka pun membawanya kepada ruh –ruh kaum mukminin, maka mereka sangat gembira karenanya. Lantas mereka bertanya : apa yang diperbuat si fulan? Apa yang diperbuat si fulan? Malaikat menjawab biarkanlah ia, sesungguhnya ia berada dalam kesedihan dunia . Adapun orang kafir , ketika hendak mati maka malaikat adzab datang kepadanya dengan memakai tenunan kasar, sembari berkata : keluarlah kamu dalam keadaan benci dan dibenci, menuju siksa Allah. Ruhnya keluar dalam keadaan bau seperti bangkai, lantas malaikat membawanya kepintu bumi, para Malaikat lainnya pun berkata, alangkah busuknya bau ini? Lantas para malaikat membawanya berkumpul dengan arwah orang-orang kafir “ (H.R an-Nasa’i, kitab al-Jana’iz Bab Ma Yalqa bihil Mu’minin minal Karamah ‘inda Khuruji Nafsihi).

B.     Alam Kubur
Diriwayatkan bahwa imam Rafi’i dengan karamahnya ketika itu ia berdialog dengan kuburan, imam rafi’i berkata kepada kuburan itu : dimana harta danperhiasan? Dimana keelokan dan keindahan? Dimana kesehatan dan kekuatan? Dimana rasa sakit dan lemah? Dimana kemampuan dan kekuasaan? Dimana ketundukan dan kerendahan? Kuburan itu menjawab : “itu hanyalah khalayan manusia ketika di dunia, dan itu semua tidak akan datang kesini”.
Demikianlah semuanya berhenti dilubang itu, senyuman dan gelak tawa, perdebatan dan teriakan, keangkuhan dan kesombongan, semuanya berhenti. Angan-angan dan ketamakan, sifat ikhlas dan riya’, kebanggaan pada kedudukan dan kecantikan, serta kebanggaan pada keluarga dan kehormatan, kesombongan dan kecerdasan, semuanya berhenti. Demikian juga kezhaliman orang yang suka menzhalimi, dan kerendahan orang yang suka merendahkan, semuanya berhenti. Wajah yang menyesatkan, tangan yang suka menzhalimi, lidah yang suka berbohong, mata yang suka berkhianat, dan hati yang keras, semuanya berubah menjadi tengkorak dan tulang-belulang yang busuk dan dipenuhi oleh cacing-cacing yang datang dari berbagai arah. Tidak ada yang tersisa selain amal yang telah disiapkan oleh si penghuni kubur, yang ditanyakan oleh munkar dan nakir, tidak ada yang tersisa setelah keduanya, kecuali satu sahabat setia yaitu amal.
Kemana saja seseorang pergi pasti akan menerima banyak pertanyaan, siapa namamu? Apa keahlianmu? Apa pekerjaanmu? Apa kepandaianmu? Apa kabarmu? Apa yang kamu miliki? Bagaimana kesehatanmu? Apa negaramu? Apa pendapatmu? Apa pesananmu? Apa keinginanmu? Siapa ayahmu?
Didalam kubur semua pertanyaan tersebut tidak berlaku. Sebagaimana tidak berlakunya seluruh bahasa dibibir yang bisu. Disana hanya ada satu pertanyaan yang terucap kepada manusia “apa amalmu?”. Bisa jadi amalnya akan merubah kuburan menjadi salah satu taman surga, atau amalanya akan mengubah kuburan menjadi salah satu lubang api neraka.
Pada suatu hari ‘Umar bin Abdul Aziz bertanya kepada kuburan, wahai kubur apa yang engkau lakukan kepada orang-orang yang ada didalamnya? Kubur itu menjawab : “ Aku hancurkan kain kafannya, aku robek badannya, aku hisap darahnya, dan aku makan dagingnya, aku lepaskan kedua bahu dari kedua tangan, kedua tangan dari kedua lengan atas, dan kedua lengan atas dari bahu, aku lepaskan kedua paha dari kedua paha, kedua paha dari kedua lutut,kedua lutut dari kedua betis, dan kedua betis dari dua telapak kaki. Kemudian ia menangis dan berkata : “ ketahuilah bahwa dunia itu sesaat, orang yang mulia didunia itu hina, orang yang kaya itu miskin, anak mudanya akan renta, dan yang hidup akan mati, maka janganlah engkau tertipu dengan menghadap kepada dunia, orang yang sombong adalah orang yang tertipu oleh dunia”.
Dimanakah sekarang orang yang dahulu sibuk mencari harta, sibuk mengurusi urusan dunia, mereka membangun rumah-rumahnya, menanam pohon-pohonnya, kesehatan telah menipu mereka, mereka pun tertipu oleh kegiatan mereka, dan mereka pun terjerumus kedalam kemaksiatan, sesungguhnya dahulu mereka didunia berlimpah harta, namun melupakan ibadah dan mereka bersifat kikir.
Maka saat ini lihatlah apa yang diperbuat oleh tanah pada badan mereka, apa yang diperbuat pasir pada jasad mereka, apa yang diperbuat cacing pada tulang dan anggota badan mereka. Mereka dahulu didunia berada di atas permadani yang dihamparkan, kasur yang empuk, para pembantu yang siap melayani, keluarga yang dihormati, dan tetangga yang membantu. Dan saat ini tanyakanlah kepada mereka apa yang diperbuat oleh alam kubur kepada mereka? Tanyakan kepada mereka tentang lidah yang mereka gunakan untuk berbicara, tentang mata yang dahulu dipakai untuk keindahan, kulit yang lembut, wajah yang tampan, jasad yang halus, apa yang diperbuat cacing-cacing terhadap diri mereka? Cacing-cacing itu menghapus warna, memakan daging, melumuri wajah dengan debu, meghapus keindahannya, mematahkan tulang punggungnya, mengeluarkan organ-organ tubuh dan merobek tumpukan daging.
Betapa banyak orang yang tampan ataupun cantik, wajah mereka menjadi busuk, jasad mereka terpisah ddari kepalanya, anggota badan mereka tercabik-cabik, biji mata tercungkil kepipi, dan mulut penuh dengan darah dan nanah, binatang-binatang melata merayap ditubuh mereka, sehingga organ tubuhnya terpisah, dan tidak lama setelah itu tulang-tulang mereka menjadi hancur.

C.    Alam Kubur yang Mencekam
Kondisi dalam kubur terbingkai dalam enam penjelasan sebagai berikut :
1.      Ketika kubur berbicara
Yang pertama akan berbicara kepada manusia adalah kuburannya, ketika ia diletakkan padanya. Bayangkanlah, jika para pengantar meletakkanmu dalam kuburmu, kemudian mereka menutup rapat kuburmu, kemudian mereka pergi meninggalkanmu, dalam situasi yang mencekam dan menakutkan, gelap gulita, apa yang kira-kira engkau perbuat wahai hamba Allah !!!
Masih dalam keadaan baik jika masalahnya hanya sebatas kegelapan saja, tetapi ini tidak. Bayangkan saja anda berada dalam situasi ini, tiba-tiba anda dikagetkan oleh suara yang datang. Anda menoleh kekanan dan kekiri mencari sumber suara, tetapi tidak mendapati apa-apa selain dinding kuburan yang berbicara kepadamu, dan menyerumu. Sungguh sangat menyeramkan ! bagaimana perasaanmu ketika kuburan berkata kepadamu : “ tidak ada ucapan selamat datang kepadamu “ (kondisi ini akan menimpa jika sang mayit mati dalam keadaan banyak maksiat).
Diriwayatkan dari Abu Sa’id al-Khudri, ia berkata : Rasulullah saw bersabda : “ jika seseorang hamba mukmin dikubur, maka kuburan berkata kepadanya, selamat datang! Dikarenakan engkau adalah orang yang sangat aku cintai diantara manusia yang suka berjalan diatasku, maka ketika engkau menjadi milikku hari ini, engkau akan melihat apa yang aku perbuat kepadamu, kemudian kuburan itu meluas seluas mata memandang, dan dibukakan untuk mayit tersebut pintu menuju surga, namun jika seorang hamba durhaka, kuburan pun berkata kepadanya : tidak ada ucapan selamat datang kepadamu, akrena engkau adalah orang yang sangat aku benci diantara manusia yang berjalan diatasku. Maka ketika engkau menjadi milikku sekarang, engkau akan melihat apa yang ku perbuat padamu, kemudian kuburan menghimpitnya sehingga tulang rusuknya hancur lebur “. (H.R at-Tirmidzi kitab Shifatul Qiyamah ).

2.      Himpitan Kubur
Kuburan yang mempunyai kejadian-kejadian yang mencekam, tidak mungkin untuk membayangkan atau menggambarkannya. Ketika kita mengatakan himpitan kubur itu hanyalah sebuah bahasa, sedangkan yang terjadi disana adalah sesuatu yang lebih besar, tidak mungkin dibayangkan kecuali orang yang sudah mengalaminya. Himpitan ini adalah sesuatu yang sangat berbahaya, sehingga Rasulullah saw bertasbih untuk meringankan tekanan kubur.
Sungguh ironis , meskipun makna-makna ini sering diulang-ulang ditelingan kaum muslimin, tetapi tidak ada pengaruhnya dalam hati. Buktinya adalah bahwa kebanyakan orang yang mendengarkan tidak banyak terpengaruh, dan orang yang terpengaruh tidak mau berubah. Seharusnya , terjadi perubahan dari maksiat menjadi taubat dan ta’at, dari lalai menjadi takut dan harap, dan dari puas kepada duniawi menjadi puas terhadap ukhrawi.
Himpitan kubur sangatlah menyeramkan. Lebih bahayanya lagi, tidak ada seorangpun yang selamat darinya, baik orang shalih , apalagi orang thalih (fasiq).

3.      Masuknya Dua Malaikat
Dari ‘Atha bin Yasar ia berkata: Rasulullah saw bersabda kepada ‘Umar bin al-Khattab r.a : Wahai ‘Umar bagaimana keadaanmu jika engkau mati, kemudian kaummu pergi dan mengukur tempat untukmu seluas tiga hasta kali satu hasta? Kemudian mereka kembali dan memandikanmu, mengkafanimu. Kemudian mereka membawamu sampai meletakkanmu ditempat itu. Mereka menimbunmu dnegan tanah dan menguburkanmu. Ketika mereka pergi, datanglah kepadamu dua penguji kubur, Munkar dan Nakir. Suara mereka bagaikan petir yang memekik, pandangannya bagaikan kilat yang menyambar, mereka menggusur rambutnya dan mengorek kuburan dengan taring-taring mereka, kemudian mereka berbicara kepadamu “.
Demi Allah, kalaulah kedua Malaikat itu mendatangi satu kampung dalam kehidupan kita sekarang, maka niscaya penduduk kampung itu akan mati karena ketakutan melihat pemandangan yang sangat mengerikan. Maka bagaimana keadaannya kalau mereka mendatangimu dikuburmu, dalam kesendirianmu, didalam kubur yang gelap menakutkan, dengan kesendirian dan kelemahanmu???

4.      Teman Duduk di Alam Kubur
Kengerian yang lainnya masih ada, yaitu saat hamba yang sengsara itu sadar dari rasa kaget dan takut oleh datangnya dua Malaikat, dan pertanyaan dari mereka berdua. Tiba-tiba ia dikejutkan oleh dinding-dinding kuburang yang bergetar karena masuknya satu makhluk baru, siapa? Siapa?
Jika penghuni kubur itu termasuk orang yang durhaka, termasuk pelaku maksiat dan dosa, termasuk orang yang zhalim, termasuk orang-orang yang melampui batas, termasuk orang-orang kafir dan munafik, maka yang masuk kepadanya sebagaimana yang disebutkan oleh Rasulullah saw : “ia datang bermuka hitam, berbaju hitam, berbau busuk, hamba yang celaka itu bertanya kepadanya? : siapa kamu? “perhatikanlah keterkejutan yang dahsyat ini 1 perhatikanlah ketakutan yang tampak pada suara yang durhaka ini, siapa kamu? Seolah-olah ia bertanya ada apa lagi ini? Kamu ini siapa? Setelah ini akan ada apa lagi? Maka ia menjawab : aku amal jelekmu (burukmu). Kesedihannya pun akan makin sempurna dengan perkataannya : saya akan bersamamu sampai hari kiamat. Teman yang buruk rupa berbau busuk, terus menemani hingga hari kiamat dibangkitkan.
Anda bisa membayangkan gambaran itu, sehingga anda merasakan ketakukan oleh seorang yang masuk dengan berwajah hitam legam, bermuka jelek dan berbau busuk. Sungguh demikianlah amal jelek dan dosa-dosa itu. Dengan gelapnya kuburan, takutnya kesendirian, bertubi-tubinya keterkejutan, dan rasa takut dari sosok yang tidak dikenal.
Rasulullah saw bersabda : “ jika seorang hamba berbuat dosa, maka dalam hatinya akan ada satu noda hitam, jika dosa bisa membuat hatimu hitam, maka dosa itu akan datang dalam kuburmu menjelma menjadi satu sosok hitam, dan memakai pakaian hitam. Juga pada hari kiamat kelak akan banyak wajah-wajah yang akan menghitam, alangkah jeleknya dosa itu “.
Lain halnya dengan orang yang menghuni kubur itu orang yang mukmin yang benar-benar ikhlas, maka kan masuk kepadanya satu sosok berbaju putih, dna berbau wangi. Yang sangat-sangat baik , bercahaya, indah , tenang dan sopan. Inilah kuburnya orang yang bertauhid. Semoga kita semua termasuk kedalam golongan ini.

والله تعالى اعلم


[1] Makalah ini disampaikan oleh Al-Faqir ilallah Sumitra Nurjaya Al-Banjary Al-Jawiy  pada Majlis Ta’lim Miftahu al-Khair Halaqah Mahasiswa PAI Univa Medan pada tanggal 24  rabiul akhir 1435 H bertepatan tanggal  25 Februari  2014  di Masjid Nurul Hidayah  Jl Garu II A. Makalah ini di kutip dari kitab :
-          Tanwiru al-Qulub fi Mu’amalati ‘Allami al-Ghuyub oleh asy-Syaikh Muhammad Amin al-Kurdi al-Irbali asy-Syafi’i an-Naqsabandi.
-          Kasyafu al-Ghayyibiyyati oleh asy-Syaikh Zainal Abidin bin Muhammad al-Fathani.
-          Al-Qabru Ru’yah min ad-Dakhil oleh asy-Syaikh Muhammad Husain Ya’qub

Sabtu, 22 Februari 2014

ASURANSI, HUKUM DAN PERMASALAHANNYA



ASURANSI, HUKUM, DAN PERMASALAHANNYA

Sehubungan dengan arus modernisasi dan perubahan sosial yang berkembang saat ini, tampaknya berimbas tidak hanya pada pola perilaku manusia dengan alam kehidupannya sehari-hari, tetapi juga berpengaruh terhadap pengalaman hukum Islam. Hal ini disebabkan karena dinamika kehidupan sosial terus berkembang, sedangkan nash-nash hukum Islam terbatas dan sudah terputus dengan wafatnya Baginda Rasulullah saw. Akibatnya umat Islam terbagi dalam dua golongan yang saling kontradiktif. Satu pihak akan lebih leluasa berbuat, karena ketiadaan nash itu dengan dalih persoalan baru tidak ada nashnya. Sedangkan pihak lain berpendapat, meskipun persoalan baru tersebut tidak secara tersurat ditunjukkan hukumnya oleh nash,tetapi berusaha untuk mencari posisi persoalan tersebut dalam hukum-hukum Islam melalui Ijtihad.
Mayoritas Ulama’ menggunakan ijtihad sebagai solusi dalam menyelesaikan hukum masalah yang tidak ada nashnya. Hal ini dapat dilihat dari pengakuan mereka terhadap produk hukum Ijtihad sebagai hukum yang bernuansa agama sebagaimana yang ditunjukkan oleh nash.
Salah satu persoalan hukum yang tidak ada nashnya secara tersurat adalah Asuransi. Oleh sebab itu masalah asuransi dapat digolongkan sebagai masalah Ijtihadiyah. Berhubung karena masalah asuransi ini sangat luas dan banyak bahasannya, maka dalam tulisan ini hanya dibatasi pembahasan tentang pengertian asuransi dan hukumnya.

A.    Pengertian Asuransi
Menurut bahasa, asuransi adalah pertanggungan (perjanjian antara dua pihak, pihak yang satu membayar iuran dan pihak yang lain berkewajiban memberikan jaminan sepenuhnya kepada pembayar iuran, apabila terjadi sesuatu menimpa dirinya atau barang miliknya).
Dalam bahasa Arab, Asuransi disebut Ta’min, penanggung disebut Mu’ammin dan tertanggung disebut Mu’amman lahu atau Musta’min.
Menurut istilah, asuransi adalah jaminan atau pertanggungan yang diberikan oleh penanggung kepada yang ditanggung untuk resiko kerugian sebagaimana yang diterapkan dalam polis (surat perjanjian) bila terjadi kebakaran, kecurian, kerusakan, kematian, atau kecelakaan lainnya dengan tanggungan membayar premi sebanyak yang ditentukan kepada penanggung tiap bulan.
Dalam pasal 246 KHUD (Kitab Undang-Undang Hukum Dagang) diebutkan, bahwa asuransi adalah suatu perjanjian , dimana seorang penanggung mengikatkan diri kepada seorang tertanggung dengan suatu premi untuk memberi penggantian kepadanya karena  suatu kerugian,kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan yang mungkin akan dideritanya karena suatu peristiwa yang tidak terduga.
Jadi pasal 246 tersebut mengatakan bahwa asuransi itu sebagai suatu perjanjian dimana penanggung dengan menikmati suatu premi, mengikat dirinya terhadap tertanggung untuk membebaskan dari kerugian yang akan diderita karena suatu kejadian yang tidak pasti.
Pihak penanggung atau penjamin adalah perusahaan asuransi. Jadi, dalam satu asuransi terdapat perjanjian antara kedua belah pihak dimana pihak yang dijamin diwajibkan membayar uag premi dalam masa tertentu, lalu pihak yang dijamin akan membayar kerugian jika terjadi sesuatu pada diri si terjamin.
Setelah memperhatikan beberapa defini diatas, baik dari segi bahasa maupun istilah dan penjelasannya, maka dapat disimpulkan bahwa dalam suatu perjanjian asuransi minimal terlibat dua pihak. Pihak pertama sanggup akan menanggung atau menjamin bahwa pihak lain mendapatkan penggantian dai suatu kerugian yang mungkin akan diderita, sebagai akibat dari suatu peristiwa yang semula belum tentu akan terjadinya atau belum dapat ditentukan saat akan terjadinya. Sebagai imbalan dalam pertanggungan inilah pihak yang ditanggung diwajibkan membayar sejumlah uang kepada pihak yang menanggung. Dari uang yang telah dibayarkan pihak tertanggung ini akan tetap menjadi milik pihak yang menanggung, apabila kemudian ternyata peristiwa yang dimaksud tidak terjadi. Definisi atau pengertian asuransi yang telah disbeutkan diatas, adalah merupakan pengertian Asuransi Konvensional.  Sedangkan pengertian asuransi berdasarkan Syari’ah adalah sebagai berikut.
Asuransi Syari’ah adalah usaha kerjasama saling melindungi dan tolong menolong, diantara sejumlah orang dalam menghadapi sejumlah resiko melalui perjanjian yang sesuai dengan syari’ah. Dari defenisi tersebut nampak bahwa asuransi syari’ah bersifat saling melindungi dan tolong menolong disebut Ta’awun , yaitu prinsip hidup saling melindungi dan tolong menolong atas dasar Ukhuwah Islamiyah antara anggota peserta asuransi syari’ah dalam menghadapi malapetaka (resiko).oleh sebab itu, premi pada asuransi syari’ah adalah sejumlah dana yang dibayarkan oleh peserta yang terdiri atas dana tabungan, biaya, dan tabarru. Dana tabungan adalah dana titipan dari peserta asuransi syari’ah dan akan mendapat alokasi bagi hasil (al-Mudharabah) dari pendapatan investasi bersih yang diperoleh setiap tahun. Dana tabungan serta alokasi bagi hasil akan dikembalikan / diserahkan kepada para peserta apabila peserta yang bersangkutan mengajukan klaim, baik klaim berupa tunai, maupun klaim manfaat asuransi, sedangkan tabarru adalah derma / dana kebajikan yang diberikan oleh para peserta asuransi yang sewaktu-waktu akan digunakan untuk membayar manfaat asuransi syari’ah bagi peserta yang dana tabungannya belum mencukupi atau lebih kecil dari manfaat asuransi yang semestinya diterima. Manfaat asuransi syari’ah adalah jumlah dana yang dibayarkan perusahaan kepada pemegang polis (pihak yang mengadakan perjanjian dengan perusahaan).
Dari beberapa pengertian dan penjelasan yang telah dipaparkan, tampak bahwa pada asuransi syari’ah dan asuransi konvensional terdapat berbagai perbedaan sebagai berikut :
1.      Kepemilikan dana
Dana yang terkumpul dari nasabah (premi) pada asuransi Syari’ah merupakan milik peserta, dan perusahaan hanya memegang amanah. Pada asuransi konvensional, dana yang terkumpul pada nasabah (premi) menjadi milik perusahaan. Perusahaan bebas untuk menentukan investasinya.
2.      Investasi Dana
Pada asuransi Syari’ah , investasi dana berdasar Syari’ah dengan sistem bagi hasil (mudharabah). Pada asuransi konvensional, investasi dan berdasarkan bunga.
3.      Akad
Pada asuransi syari’ah, akadnya atas dasar tolong-menolong. Pada asuransi konvensional, akadnya adalah akad konvensional (tijary).
4.      Pembayaran klaim
Pada asuransi syari’ah, pembayaran klaim diambil dari rekening tabarru (dana sosial) seluruh peserta, yang sejak awal sudah diikhlaskan oleh peserta untuk keperluan tolong menolong bila terjadi musibah. Pada asuransi konvensional pembayaran klaim diambil dari rekening dana perusahaan.
5.      Keuntungan
Pada asuransi syari’ah keuntungan dibagi antara perusahaan dengan peserta (sesuai prinsip bagi hasil / mudharabah ). Pada asuransi konvensional, keuntungan seluruhnya milik perusahaan.
6.      Dewan pengawas Syari’ah (DPS)
Pada asuransi syari’ah, ada dewan pengawas syari’ah (DPS) yang berfungsi mengawasi manajemen, produk, dan investasi dana. Sedangkan pada asuransi konvensional tidak ada ewan Pengawas Syari’ah.

B.     Hukum Asuransi
Dari penjelasan yang sudah dipaparkan diatas, dapat diambil kesimpulan bahwa hukum Asuransi Syari’ah hukumnya mubah, sama seperti Bank Syari’ah.sementara Asuransi yang bersifat Konvensional sangat jelas sekali keharamannya. Karena asuransi tersebut berbdea dengan asuransi syari’ah. Dalam asuransi yang bersifat konvensional ini sifatny adalah tukar menukar antar premi yang dibayar oleh tertanggung dengan jumlah yang dijanjikan untuk dibayar oleh penanggung akibat suatu peristiwa yang menimpa sitertanggung dan suatu waktu bisa terjadi perbedaan yang amat mencolok antara premi yang dibayar dengan jumlah yang harus dibayar sipenanggung.
Asy-Syaikh Abu Zahra beliau berpendapat bahwa asuransi konvensional (Tijary) ini hukumnya haram karena kontrak tersbeut, adalah berupa perjanjian  tukar-menukar yang mengandung gharar (untung-untungan / ketidak pastian), dimana pihak tertanggung tidak dapat memastikan berapa jumlah premi yang harus dibayar dan masing-masing tidak dapat memastikan terjadi atau tidaknya atau kapan terjadinya. Ketidak pastian / gharar seperti ini terjadi dalam suatu perjanjian tukar-menukar, sebagaimana yang disebutkan dalam Hadits yag diriwayatkan oleh Bukhari, Muslim, Malik, Ahmad, Tirmidzi, al-Nasa’i, Abu Daud, Ibnu Majah, dan al-Daramy dari Abu Hurairah sebagai berikut :
ننهى رسول الله صلعم عن بيع الحصاة وعن بيع الغرر ( رواه كتب الستة )
Artinya : “ Rasulullah saw melarang jual beli hashah (lempar kerikil) dan jual beli gharar“.
Abu Zahrah menggolongkan asuransi tijary ini kedalam kelompok akad yang terlarang karena sifatnya merupakan untung-untungan, sehingga merupakan judi (al-Qimar) yang haram hukumnya. Dalam asuransi tijary ini juga, tampak jelas sifat tidak adilnya, karena dana (premi) yang terkumpul dari nasabah menjadi milik perusahaan dan perusahaan bebas menentukan investasinya, tanpa memperhatikan halal dan haram dalam usaha tersebut dan keuntungan seluruhnya menjadi milik perusahaan. Sedangkan bagi nasabah sebagai pembayar premi, bila tidak terjadi klaim maka ia tidak mendapatkan sesuatu dari dana / premi tersebut.
Adapun Ulama’ yang berpendapat bahwa asuransi konvensional termasuk segala macam bentuknya dan cara operasi hukumnya haram, antara lain asy-Syaikh Wahbah az-zuhaily, asy-Syaikh Yusuf al-Qardhawy, asy-Syaikh Sayyid Sabiq, asy-Syaikh Abdullah al-Qalqili dan asy-Syaikh Bakhit al-Muthi’i. Asuransi diharamkan karena beberapa alasan, yakni :
1.      Asuransi mengandung unsur perjudian yang dilarang dalam Islam, sebagaimana firman Allah Ta’ala Q.S al-Baqarah 219 dan al-Maidah 90.
2.      Asuransi mengandung ketidak pastian.
3.      Asuransi mengandung unsur riba yang dilarang dalam Islam, sebagaimana firman Allah Ta’ala Q.S al-Baqarah 278.
4.      Asuransi mengandung unsur eksploitasi yang bersifat menekan.
5.      Asuransi termasuk jual beli atau tukar menukar mata uang yang tidak secara tunai (Akad Sharf), dan
6.      Asuransi obyek bisnisnya digangtungkan pada hidup dan matinya seseorang, yang berarti mendahului takdir Allah.

By : Abdullah al-Qurthubi az-Zuhaily / Sumitra Nurjaya al-Jawiy

Rujukan :
-         Asy-Syaikh Manna’ Khali al-Qaththan, Tarikh al-Tasyri’ al-Ismali, Beirut, Dar al-Fikr, h. 58-63.
-         Depdikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta, Balai Pustaka, h. 54.
-         Jubran Mas’ud, al-Ra’id Mu’jam Lughawy ‘Ashry, Beirut, Dar al-Islami li al-Malayin, h.30.
-         Siti Soemantri Hartono, Kitab Undang-Undang Hukum Dagang dan Peraturan Kepailitan, Seksi Hukum UGM, Yogyakarta,h. 83.
-         Hasil Rapat Pleno Dewan Syari’ah Nasional (MUI) pada hari senini, Tanggal 15 Muharram 1422 H/9 April 2001 M di Jakarta.
-         Asy-Syaikh Muhamamd Abd Mu’in al-Jammal, Mansu’atu al-Iqtshadi al-Islamy al-Qahirah, Dar al-Kitab al-Mishry,h. 359.
-         Asy-Syaikh Wahbah al-Zuhaily, al-Fiqhu al-Islamy wa ‘Adillatuhu, Beirut, Dar al-Fikr, h. 442-445.


والله اعلم