Minggu, 16 Februari 2014

SHALAT JENAZAH



SHALAT JENAZAH[1]


            Shalat jenazah berbeda pelaksanaannya dengan shalat secara umum, karena dalam shalat jenazah tidak ada ruku’, sujud dan lain-lain.
            Hukum mengerjakan shalat jenazah adalah fardhu kifayah, dengan pengertian jika sebagian kaum muslim sudah mengerjakannya maka gugurlah kewajiban itu bagi kaum muslimin yang lainnya, namun jika tidak ada yang mengerjakannya maka berdosalah muslimin yang tergolong ahli wujub (yang dewasa dan berakal sehat) ketika itu.
            Mengshalatkan jenazah merupakan kekhususan umat Nabi Muhammad saw terhadap semua orang yang meninggal, kecuali karena mati syahid. Hukum menshalatkan mayit ada tiga macam, diantaranya yaitu :
1.      Wajib (fardhu ‘ain) bagi mayit muslim yang mati kecuali mati syahid.
2.      Haram, orang yang mati syahid berperang melawan orang kafir.
3.      Khilaful aula (menyalahi yang utama), yaitu mengulangi shalat jenazah. Tidak disunatkan mengulangi shalat jenazah.
Adapun syarat pelaksanaan shalat jenazah adalah : 1) menutup aurat, 2) Suci badan pakaian dan tempat, 3) suci dari hadats kecil dan besar, 4) menghadap kiblat, 5) mayitnya sudah dimandikan.
Adapun rukun shalat jenazah sebanyak tujuh, yaitu :
1.      Niat
Sebagaimana shalat yang lainnya, maka dalam pelaksanaan shalat jenazah juga wajib berniat ketika takbiratul ihram. Waktunya bersamaan sewaktu membaca takbiratul ihram, tidak boleh terdahulu dan terbelakang darinya.
Adapun pengertian niat yaitu :
قصد الشيء مقترنا بالفعل
Artinya : “ menyengaja sesuatu disertai dengan perbuatan “
Fungsi niat adalah untuk membedakan suatu perbuatan dengan perbuatan yang lainnya, atau satu ibadah dengan ibadah yang lainnya. Misalnya seseorang berdiri, jika ia berniat untuk shalat maka berdirinya dinilai sebagai ibadah, demikian juga orang yang tidak makan dan tidak minum, jika diniatkan puasa maka ia akan mendapat pahala puasa, namun jika tidak maka ia tidak mendapatkan sesuatu.
Dalam berniat tidak mesti menentukan mayit yang akan dishalatkan dengan menyebut namanya, misalnya si Zaid. Akan tetapi cukup berniat “ sengaja aku shalat atas mayit ini “, atau “ sengaja aku shalat atas mayit yang hadir ini “, atau “ sengaja aku shalat atas orang yang dishalatkan imam “. Namun dalam melaksanakan shalat ghaib mesti menentukan mayitnya ketika berniat.
Dalam pelaksanaan shalat jenazah yang berjumlah banyak disunnatkan shalat atas mereka semua meskipun tidak diketahui jumlahnya. Jika diyakini misalnya jumlahnya 10 mayit ternyata jumlahnya sebelas mayit maka shalatnya diulangi karena diantara mayit tersebut ada yang belum dishalatkan dan mayit itu tidak jelas mayit yang mana. Jika seseorang berniat misalnya : “aku sengaja shalat atas 11 mayit ini” ternyata mayitnya 10 orang maka shalatnya sah, karena sudah mencakup kepada mereka semua.
Jika ada mayit dihadirkan sesudah takbiratul ihram, maka diselesaikan terlebih dahulu shalat atas mayit yang pertama, kemudian dimulai shalat yang baru atas mayit yang baru dihadirkan tersebut, karena mayit yang dihadirkan setelah takbiratul ihram tidak masuk dalam niat orang yang sedang shalat.

2.      Berdiri bagi yang mampu
Dalam shalat fardhu a’in berdiri bagi yang mampu merupakan salah satu rukun sehingga  jika mampu berdiri namun shalat shalat dalam posisi duduk maka shalatnya tidak sah. Demikian juga dengan shalat jenazah. Akan tetapi dalam shalat sunnah boleh dikerjakan dalam keadaan duduk sekalipun sanggup berdiri, namun pahalanya dikurangi setengah dari pada pahalanya.

3.      4 kali takbir
Dalam pelaksanaan shalat jenazah takbirnya sebanyak 4 kali. Jika imam lupa atau tidak sengaja takbir sebanyak 5 kali, maka shalatnya tidak batal dan tidak dianjurkan untuk sujud sahwi, karena shalat jenazah tidak ada sujudnya. Ketika imam takbir yang kelima kalinya, maka ma’mun tidak boleh mengikutinya, ma’mum boleh salam terlebih dahulu atau menunggu imam sehingga dapat salam bersama dengan imam.

4.      Membaca surah al-Fatihah
Membaca surah al-Fatihah merupakan rukun dalam shalat jenazah sebagai mana shalat yang lainnya. Hal ini berdasarkan Hadits Nabi saw yang bersifat umum :
لا صلاة لمن يقرأ بفاتحة الكتاب
Artinya : “ tidak sah shalat bagi yang tidak membaca al-Fatihah “
Adapun waktu membaca al-Fatihah adalah setelah takbiratul ihram yang pertama.

5.      Shalawat kepada Nabi saw.
Membaca shalawat atas Nabi saw setelah selesai takbiratul ihram yang kedua, sekurang-kurangnya dengan lafadz :
اللهم صلى على محمد
Pendapat yang shahih tidak menambah lafadz :
وعلى ال محمد

6.      Do’a bagi mayit
Berdo’a untuk mayit dilakukan pada raka’at yang ketiga dan ke-empat, ada juga yang melakukannya hanya pada raka’at ketiga saja, setelah selesai takbir yang ke-empat langsung ditutup dengan salam.

7.      Salam
Lafadz salam dalam shalat jenazah sama dengan shalat yang lainnya, sebanyak dua kali, ketika menoleh kekanan dan kekiri dengan lafadz “as-salamu ‘alaikum warahmatullahi”,dengan demikian tidak sunnat menambah kalimat “wabarakatuh”, meskipun ada Ulama’ yang mengatakan hal itu disunnatkan.

Hal –hal yang disunnahkan dalam pelaksanaan shalat jenazah :
1.      Mengangkat kedua tangan ketika takbiratul ihram setentang dengan kedua bahu bahu dan meletakkannya dibawah dada.
2.      Memelankan bacaan al-Fatihah dan bacaan lainnya, sekalipun dikerjakan dimalam hari.
3.      Membaca ta’awudz ketika hendak membaca surah al-Fatihah, seperti halnya membaca amin setelah al-Fatihah.
4.      Tidak disunnatkan membaca doa iftitah, karena terlalu panjang, sedangkan pelaksanaan fardhu kifayah mayit sunnat dipercepat.
5.      Tidak dianjurkan membaca surah setelah membaca al-Fatihah.
6.      Sunnah shalat jenazah dilakukan didalam masjid, dengan menjadikan shaf ma’mun sebanayk tiga baris atau lebih



والله تعا لى اعلم


[1]  Makalah ini disampaikan oleh Al-Faqir ilallah Sumitra Nurjaya Al-Banjariy Al-Jawiy pada Majlis Ta’lim Miftahu al-Khair  halaqah Mahasiswa PAI  Univa Medan pada tanggal 7 Shafar 1435 H bertepatan tanggal  8 Februari  2014 di Masjid Nurul Hidayah  Jl Garu II A. Makalah ini ditulis dari kitab :
-          Mughni al-Muhtaj ila Ma’rifati al-Fadz al-Minhaj (Juz 3) : oleh asy-Syaikh Syamsuddin Muhammad bin Muhammad al-Khathib al-Syirbini.
-          Al-Taqriratu al-Sadidah fi al-Masa’ili al-Mufidah : oleh asy-Syaikh Hasan bin Ahmad bin Muhammad bin Salim al-Kaffi.

NB : jika ada yang kurang jelas dapat ditanyakan di nomor 083198940194.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar