Minggu, 16 Februari 2014

PERNIKAHAN DALAM ISLAM



PERNIKAHAN DALAM ISLAM[1]

A.    Anjuran Menikah
Didalam Al-Qur’an Allah SWT berfirman :

Artinya : “  dan kawinkanlah orang-orang yang sendirian diantara kamu,dan orang-orang yang layak berkawin dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan. Jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan karunia Nya. Dan Allah Maha Luas (pemberiannya) lagi Maha Mengetahui. ( Q. S An-Nur 32 )”.

Artinya : “ dan di antara tanda-tanda kekuasaan –Nya ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tentram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih sayanh. Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda bagi kamu yang berfikir ( Q. S Ar-Rum 21 )”.
Didalam Hadits dikatakan bahwa Rasulullah SAW bersabda :

عن ابن مسعود : قا ل , قال رسول الله : يا معشر الشباب من استطاع منكم الباءة فليتزوج, فأنه اغض للبصر وأحصن للفرج , ومن لم يستطيع فعليه بالصوم فأنه له وجاء ( أخرجه البخا ري ومسلم ).
Artinya : “  Hai sekalian pemuda, siapa yang sudah sanggup menikah hendaklah ia menikah, karena menikah lebih menundukkan pandangan dan mensucikan kemaluan, dan siapa yang belum sangguphendaklah ia berpuasa, karena puasa itu baginya ialah obat. (H.R Bukhari dan Muslim )”.

B.     Hukum Menikah
Hukum menikah pada dasarnya adalah sunnah, namun hukum ini dapat berubah sesuai dengan kondisi yang bersangkutan. Diantaranya ;
-          Menikah hukumnya wajib, apabila seseorang mampu memberikan nafkah lahir dan bathin dan dikhawatirkan kalau tidak menikah akan jatuh kepada perzinahan. Karena menjaga diri dari melakukan yang diharamkan (zina) merupakan kewajiban, dan itu tidak bisa dihindari kecuali dengan menikah.
-          Menikah hukumnya sunnah, apabila sesorang mampu memberikan nafkah lahir dan bathin, namun ia mampu menjaga dirinya dari perbuatan zina.
-          Menikah hukumnya haram, apabila seseorang tidak mampu memberikan nafkah lahir dan bathin dan bathin, dan tidak ada dorongan untuk menikah.
-          Menikah hukumnya makhruh,  bagi orang yang mampu memenuhi nafkah bathin tetapi tidak mampu memberikan nafkah lahir. Namun ia masih bisa menjaga diri dari perbuatan zina. Makruh juga menikah bagi orang yang mampu memberikan nafkah lahir, namun tidak mampu memberikan nafkah bathin.
-          Menikah hukumnya Mubah, apabila tidak ada dorongan yang kuat untuk menikah dan tidak ada penghalang baik lahir maupun bathin.

C.    Wanita Yang Haram Dinikahi
Didalam al-Qur’an Allah SWT telah menjelaskan wanita yang haram dinikahi, Allah SWT berfirman :
22. dan janganlah kamu kawini wanita-wanita yang telah dikawini oleh ayahmu, terkecuali pada masa yang telah lampau. Sesungguhnya perbuatan itu Amat keji dan dibenci Allah dan seburuk-buruk jalan (yang ditempuh).
23. diharamkan atas kamu (mengawini) ibu-ibumu; anak-anakmu yang perempuan saudara-saudaramu yang perempuan, saudara-saudara bapakmu yang perempuan; saudara-saudara ibumu yang perempuan; anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang laki-laki; anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang perempuan; ibu-ibumu yang menyusui kamu; saudara perempuan sepersusuan; ibu-ibu isterimu (mertua); anak-anak isterimu yang dalam pemeliharaanmu dari isteri yang telah kamu campuri, tetapi jika kamu belum campur dengan isterimu itu (dan sudah kamu ceraikan), Maka tidak berdosa kamu mengawininya; (dan diharamkan bagimu) isteri-isteri anak kandungmu (menantu); dan menghimpunkan (dalam perkawinan) dua perempuan yang bersaudara, kecuali yang telah terjadi pada masa lampau; Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
24. dan (diharamkan juga kamu mengawini) wanita yang bersuami, kecuali budak-budak yang kamu miliki (Allah telah menetapkan hukum itu) sebagai ketetapan-Nya atas kamu. dan Dihalalkan bagi kamu selain yang demikian (yaitu) mencari isteri-isteri dengan hartamu untuk dikawini bukan untuk berzina. Maka isteri-isteri yang telah kamu nikmati (campuri) di antara mereka, berikanlah kepada mereka maharnya (dengan sempurna), sebagai suatu kewajiban; dan Tiadalah mengapa bagi kamu terhadap sesuatu yang kamu telah saling merelakannya, sesudah menentukan mahar itu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana.
Wanita-wanita yang haram dinikahi dibagi kepada dua bagian, yaitu : pertama , haram di nikahi untuk selama-lamanya dan kedua, haram dinikahi untuk sementara waktu.
Adapun wanita-wanita yang haram dinikahi untuk selama-lamanya terbagi kepada tiga sebab, yaitu :
1.      Haram dinikahi karena sebab Nasab
Seseorang diharamkan menikahi wanita selamanya karena garis keturunannya ada tujuh macam,yaitu : Ibu sampai ke atas, anak wanita sampai kebawah, saudari baik kandung ataupun  tiri, saudari ayah, saudari ibu, anak saudara dan saudari. Adapun anak saudara ayah (sepupu) dan anak saudara ibu (sepupu) tidak haram untuk dinikahi atau boleh dinikahi.

2.      Haram dinikahi karena sebab pernikahan
Seseorang haram menikahi wanita selamanya karena kerabat sebab pernikahan ada empat macam,yaitu : isteri ayah, mertua sampai keatas, anak tiri sampai kebawah yang sudah dicampuri ibunya, istri anak kandung sampai kebawah (termasuk juga istri anak susuan).

3.      Haram dinikahi karena sesusuan.
Golongan wanita yang haram dinikahi karena sebab sesusuan sama dengan wanita yang haram dinikahi karena sebab nasab. Menyusukan menyebabkan mahram, karena kalau seseorang menyusu kepada seorang perempuan maka air susu yang ia minum akan membentuk daging dan membantu pertumbuhannya. Bahagiaan dari tubuh si ibu menjadi bahagian dari tubuh si anak. Maka dari pada itu ibu susuannya menjadi saudara sesusuannya. Dengan sebab mahram karena sesusuan maka haram menikah diantara mereka, tidak batal wudhu ketika bersentuhan, boleh mereka khalwat (berduaan) dan tidak haram melihatnya. Namun tidak berakibat kepada yang lain, seperti wali nikah dan ahli waris. Mahram karena sebab sesuan tidak menjadi sebab ,medapatkan harta warisan dan tidak bisa menjadi wali.
Dalm hal menyusukan sehingga bisa menjadi mahram ada rukun-rukunnya,yaitu :                1). Perempuan yang menyusukan ,2) air susu, 3) anak yang menyusu. Adapun syarat orang yang menyusukan adalah perempuan yang menyusukan masih dalam keadaan hidup tidak meninggal dunia dan batas minimal umurnya 9 tahun. Kalau air susu diambil dari wanita yang masih hidup, kemudian diminumkan kepada sibayi setelah ibu itu meninggal, itu juga termasuk dalam katagori ibu susuannya.

Dalam hal menyusukan tidak mesti si bayi langsung menyusu kepada si ibu, menyusukan bisa dengan cara air  susu ibu diperas baru diminumkan kepada si bayi, hal itu juga menjadi penyebab anak tersebut menjadi anak susuannya dan ibu yang menyusukan menjadi ibu susuannya. Dan apabila air susu itu dicampur dengan air atau tepung itu juga menyebabkan mahram.
Adapun syarat yang lain bahwa bayi tersebut harus belum sampai umurnya dua tahun. “ حولين كاملين “ Al-Qur’an telah membatasi masa menyusukan selama dua tahun Qamariyah. Al-Qur’an menunjukkan bahwa masa sempurna menyusui adalah 2 tahun penuh.
Kemudian syarat yang berikutnya bahwa menyusukan sebanyak lima kali menyusu sampai kenyang. Hal itu dapat diketahui dengan bayi tersebut melepaskan sendiri dari meminum susu, atau tidak mau lagi atau dia langsung tertidur.

Adapun wanita yang haram dinikahi untuk sementara waktu adalah sebagi berikut :
1.      Mengumpulkan dua yang bersaudari, sebagaimana Firman Allah Ta’ala :
2.       
              وان تجمعو ا بين الاختين الا ما قد سلف ............

Artinya :  “…Dan janganlah kamu menghimpun dua perempuan yang bersaudara dalam pernikahan….( Q.S An-Nisa 24 )”.

3.      Wanita yang masih dalam iddah (menunggu).
Seorang wanita yang masih dalam iddah karena dithalaq (satu, dua, atau tiga ), maka laki-laki yang bukan suaminya tidak boleh menikahinya sampai habis masa iddahnya. Namun ketika sudah habis masa iddahnya boleh laki-laki lain menikah dengannya, kalau wanita tersebut setuju. Sementara wanita yang dalam iddah karena suaminya wafat, maka ia tidak boleh dinikahi sebelum habis masa iddahnya 4 bulan 10 hari. Wanita yang hamil yang beriddah karena ditahalaq, atau karena suaminya wafat, maka ia tidak boleh dinikahi sebelum ia melahirkan.
4.      Wanita yang masih bersuami.
5.      Wanita yang dithalaq 3 tidak halal bagi suami pertama sampai si wanita menikah dengan laki-laki lain (muhallil).
6.      Wanita yang sedang berihram, baik untuk melakukan ibadah haji dan umrah.
7.      Wanita kafir sampai ia masuk islam
8.      Penzina sampai ia bertaubat.
Didalam kitab “ Rawa’I’ul bayan tafsir ayatul ahkam “ karya Asy-Syaikh Muhammad Ali As-Shabuni dijelaskan : Ulama salaf berbeda pendapat dalam hal menikah dengan wanita penzina kepada dua qaul (pendapat) :
-          Haram menikah dengan wanita penzina, ini dinukil dari Ali bin Abi Thalib, ‘Aisyah , Al-Barra’ dan Abdullah ibnu Mas’ud, salah satu dalil pendapat ini adalah Q.S An-Nur 3.
-          Boleh menikah dengan wanita penzina, ini dinukil dari Abu Bakar As-Shiddiq, Umar bin Khattab, Abdullah bin Abbas, Madzhab Mayoritas, termasuk Ulama Madzhab yang empat (Hanafi, Maliki, Syafi’I, Hanbali).
10.   mengumpulkan wanita lebih dari empat orang


والله أعلم


[1] Makalah ini disampaikan oleh Al-Faqir ilallah Sumitra Nurjaya pada halaqah Mahasiswa PAI Semester V Univa Medan pada tanggal 26 Shafar 1435 H bertepatan tanggal  4 Januari  2014  di Masjid Nurul Hidayah  Jl Garu II A. dan Makalah ini sebahagian besar merupakan pengajian yang disampaikan oleh Al-Fadhilatus – Syaikh Al-Hajj Ok Mas’ud.   seorang Ulama’ yang mana beliau merupakan murid dari Asy-Syaikh Arsyad Thalib Lubis, salah satu tokoh pendiri Al-Washliyah. Dan makalah ini ditulis dari kitab :
-          Fiqhu Al-Sunnati Linnisa’I wa Ma Yujibu an Ta’rif Kulli Muslimatin min Ahkami oleh Asy-Syaikh Abi Malik Kamal bin Al-Saidi Salim.
-          Hasyiyah I’anatuth-Thalibin, Jilid III, oleh Asy-Syaikh Saidil Bakri bin Saidi Muhammad Syatha Ad-Dimyati Al-Mishri.
-          Mughnil Muhtaj ila Ma’rifati Al-Fazh Al-Minhaj, Jilid IV, oleh Asy-Syaikh Syamsuddin Muhammad bin Muhammad Al-Khatib Al-Syarbaini.
-          Al-Fiqhu Al-Islami Wa ‘Adillatuhu, Jilid VI, oleh Asy-Syaikh Dr Wahbah Az-Zuhaily.
                                             

Tidak ada komentar:

Posting Komentar