Selasa, 19 November 2013

Membongkar Kedok Hizbut Tahrir

Assalamu'alaikum Wr.Wbr.
Alhamdulillah kita bertemu kembali,,,
saya doa kan semoga semuanya dapat nikmat Iman, Islam, Shihah, Wal Afiyah.

kali ini pembahasannya berjudul " MEMBONGKAR KEDOK HTI (Hizbut Tahrir).
sebelum memulai tulisan ini, saya mohon kepada para pembaca sekalian untuk membuka hati-a dalam2, katakanlah yg benar jika itu benar, adapun tulisan ini saya buat untuk mmbuka kaca mata hati kita, untk melihat suatu kebenaran. saya tdk bermaksud melakukan fitnah dsb, tulisan ini di kutip langsung dri kitab rujukan (asli) yg disusun sendiri oleh pendiri Hizbut Tahrir yaitu Taqiyuddin An-Nabahani.
skali lg saya minta, buka hati dalam2 untk mnerima kebenaran, khususnya bagi orang HTI yg mmbaca tulisan ini.


HT "Hizbut Tahrir" didirikan di kota Al-Quds (Yerussalem) pada tahun 1372 (1953 M) oleh seorang ALumnus UNiv Al-Azhar Kairo (Mesir) yg beraqidah maturidiyyah dlm maslh asma' dan Sft Allah, dn brpndangan Mu'tazillah dlm skian prmslhan agama. pendirinya brnama Taqiyuddin An-Nabhani, wrga plestina yg di lhrkan di Ijzim Qadha Haifa pada tahun 1909 . mrkas trtua mreka di Yordania, Syiria, dan lebanon. ( lht Mengenal HT, hal 22, Al-Mausu'ah Al-Muyassar hal 135, dan membongkar selubung Hizbut Tahrir hal 2, Asy-Syaikh Abdurrahman Ad-Dimasyqi).

pada saat ini bnyk orang yang kagum dengan kesungguhan dan tekat kuat dari teman-teman HT, tapi maaf,,,, adakah slama ini kita mngetahui bhwa HT tlah mnyimpang dari koridor Islam? baik Al-Qur'an maupun Sunnah. ada beberapa hal yg perlu ditanyakan dlm  ajaran HTI, dmana bahkan ketika ditanyakan permasalahan ini para KADER HT sendiri tdk mengetahuinya, beberapa hal diantaranya adalah :

dlm rangka meyakinkan masyarakat awwam , dan tegaknya negara Islam di negeri ini, tdk jarang mereka berdalil dengan Al-Qur'an dan Hadits. sekalipun mereka sering berdalih demi agama Islam dan mengatas namakan diri pembela agama Tuhan, namun pemahaman mereka hanya sebatas asumsi pribadi saja menggunakan teks Agama (Al-Qur'an maupun Hadits ) yg tag merujuk kepada referensi yg dapat dipertanggung jawabkan. sehingga dalil yg kerap kali mereka lontarkan melengceng dari pendapat Ulama Klasik.  bgi orang yang tidak kenal secara mendalam tentang kelompok HT ini, tentu menganggap tujuan mereka yang ingin mendirikan khilafah Islamiyayah merupakan  suatu cita-cita yang mulia.  namun bila mengkaji lebih jauh siapa mereka, siapa pendirinya, bagaimana asas perjuangannya dan sebagainya, kita akan tahu bahwa klaim mereka ingin mendirikan negara khilafah Islamiyyah ternyata tdk dilakukan dengan cara-cara yang Islami.

kita mngetahui bahwa aqidah merupakan kunci utama suatu pondasi umat islam, apabila aqidahnya rusak maka rusaklah seluruh ibadah yg lainnya, hal ini sudah menjadi Ijma' para Ulama. ada beberapa mslh mengenai aqidah HT yg sdh tidak dapat diterima lagi dan menyalahi AL-Qur'an dan As-Sunnah. beberapa di antaranya pelecehan terhadap Ahlussnunnah Wal Jama'ah  , yg mana pelecehan tersebut dilontarkan oleh pendiri HT yaitu Taqiyuddin An-Nabhani dlm kitab yg disusunnya sendiri yaitu kitab Syajhsiyah Al-Islamiyah jilid 1 hal 70, beliau menyatakan bahwa : " pada dasarnya Ahlussunnah Wal Jama'ah dan Jabariyah ialah sama, Jadi Ahlusunnah  wal jama'ah adalah jabariah, mereka telah gagal segagal-gagalnya dalam masalah kasb ". kata gagal segagal-ggagalnya merupakan suatu penghinaan terhadap sunni, dan menyamakan sunni dengan jabariah itu merupakan suatu penghinaan yg sngt besar.

kemudian mengenai siksa kubur , dlm hal ini HT tidak mengakui adanya siksa kubur, pernyataan tersebut dapat kita lihat dalam kitab Ad-Dausyiah ( kumpulan fatwa-fatwa HT mengenai siksa kubur) menurut buku tersebut, meyakini siksa kubur yang terdapat dalam Hadits tersebut ialah haram, dan msh bnyk mslh-mslh aqidah lain-a yg mana aqidah HT menyalahi Al-Qur'an dan As-Sunnah.


sljutnya setelah kita mmbahas masalah Aqidah HT, beranjak kita kemasalah syariat (Fiqh). hari ini umat islam trtipu dengan cover HT, melihat cover HT yang hari ini dipuji-puji dan disanjung2 ternyata bnyk fatwa HT mengenai syariah yg menyalahi hukum syariah itu sendiri. sebagai contoh :
Ht berfatwa mengenai halalnya seseorang bersalaman dengan orang lain yang bukan mahramnya tanpa adanya pelapis. pendapat tersebut dapat kita lihat dalam kitab yang dikarang pendiri HT yakni kitab Nizamu Ijtima' fil Islam hal 57. yg lebih nyeleneh lagi dlm kitab Milaff an-Nasyarat Al-Fiqhiyyah hlm 143 jg dpt dilihat dlm kitab Qira'at fi Fikr Hizb Tahrir Al-Islami hlm 114. disebutkan bhwa melihat wanita yg bukan mahramnya dalam keadaan telanjang begitu juga sebaliknya kecuali kemaluan besarnya yakni jalan depan dan jalan belakangnya, dan boleh melihat mahramnya dalam ke adaan telanjang bulat. (Masya Allah Naudzubillah min dzalik).

ada satu mendapat yg lebih nyeleneh lagi, yaitu HT berpendapat bahwa orang mati sebelum membai'at seorang khilafah ialah mati jahiliyyah, Naudzu billahi min dzalik. pendapat tersebut dapat kita lihat dalam kitab yg dikarang oleh  pendiri HT, nama kitabnya Asy-Syakhshiyyah Al-Islamiyyah juz II bagian III, hlm 13 dan 29.

Hal yang paling penting ialah pada awal berdrinya HT bertekad akan menegakkan khilafah dalam waktu 13 thun, kemudian mereka perpanjang mnjdi 30 tahun, nmun nyatanya sampai sekarang mereka tdk juga mampu mengusung yg namanya khilafah.

tulisan-tulisan ini semuanya merujuk kepada kitab-kitab asli yg  disusun oleh pendiri HT itu sendiri, tdk ada rekayasa sedikitpun didalam tulisan ini, bisa anda cek langsung kepada sumber aslinya. maka saya ingin bertanya kepada orang2 HT, apakah mereka tidak membaca buku/kitab2 yg menjadi pedoman mereka??? kami orang Ahlusunnah wajib mempelajari kitab / buku2 yg menjaid pedoman kami, baik itu dalam masalah Tauhid (aqidah), Fiqh dll, yg mana semuanya bersumber dari AL-Qur'an dan Hadits. bhkan orang yg tdk mengetahui Aqaidul iman yg 50 dlm maslh aqidah, aqidah orng tersebut dipermasalahkan atau dipertanyakan. maka yg pertma skali bgi kami untuk mmpelajarinya adalah masalah Tauhid (aqidah), krena tauhid adalah semulia2 ilmu, dan krena aqidah itu mrupakan pondasi umat Islam, lntas bgaiman dengan kalian wahai kelompok HT????


mudah-mudahan tulisan ini dapat kiranya membuka mata hati kita untuk melihat kebenaran, katakanlah yang benar jika itu benar, dan jangan engkau sembunyikan kebenaran sementara engkau memela sesuatu yg salah. kebenaran disembunyikam, yg salah bela habis-habisan, bukalah mata hati mu....

saya siap membuka forum diskusi kapanpun dan dimanapun apabila terjadi kesalahan dalam tulisan dan siap merevisinya, akan tetapi saya berharap pembaca membuka hatinya apabila pernyataan2 saya merupakan kebenaran yg muthlaq.

semoga kita semua mendapatkan petunjuk Allah jadda Wa'ala

Selasa, 05 November 2013

Mengaji Kitab Shaidul Khatir judulnya " Tanda-Tanda Orang Yang Lalai dan Sadar"



baca sampai selesai ya,,,
kemudian dihayati,,,
Bismillah
Alhamdulillah.
wash-shalatu Was-salamu 'Ala Asyrafil Anbiya'i Walmursalin.
Q awali kaji ini dengan rasa syukur kepada Allah Jadda Wa'ala
semoga Allah menolong ku dalam meluruskan niat ku.ku berharap kajian ini bermanfaat buat banyak orang, terutama diriku sendiri, seseorang yang fakir lagi dha'if.
Pada kesempatan ini kita akan mengaji kitab yg bernama " Shaidul Khathir " yg disusun oleh Al-Imam Jamaluddin Abil Farraj Abdur-Rahmanibnil Jauzi (Imam Ibnul Jauzi).
judulnya " orang yg Lalai dan orang yg Sadar.
berkata AL-Imam Ibnul Jauzi : kadang-kadang muncul mawas diri (kesdaran) disaat seseorang sedang mendengarkan nasihat, namun ketika dia sudah berpisah/kembali dari pendengarkan
nasihat, kerasnya hati dan kelalaianpun muncul kembali.
(Syarh/Penjelasan) seseorang ketika mendengarkan nasihat, mendengarkan ceramah, mendengarkan pengajian (majlis ilmu) muncullah dalam dirinya kesadaran. pada saat dia mendengarkan nasihat, ceramah, pengajian dll tersentuh hatinya, ia sadar atas kesalahan-keslahan yg pernah dia perbuat. maka ia pun merasa sangat berdosa. namun ketika ia sudah berpisah/pulang dari pengajian (mendengarkan ceramah) hatinya kembali keras dan kelalaiannya pun muncul kembali, pulang dari pengajian (mendengarkan ceramah) ia pun kembali berbuat dosa, ia pun kembali berbuat maksiat. dosa-dosa ataupun maksiat yang pernah ia lakukan kembali ia lakukan, padahal ia sudah mendengarkan pengajian / ceramah.orang yg seperti ini adalah orang yg lalai dan keras hatinya.
diantara perbuatan2 yg dapat mengeraskan hati diantarany : buruk sangka, ghibah, namimah, cinta kepada dunia, banyak tertawa, banyak bicara yg tidak bermanfaat, tidak menjaga pandangan, marah yg tdk dibenarkan, meninggalkan shalat, malas berdzikir, sombong, riya, israf (berlebih2an) dll.
jikalau hati sudah keras, maka rahmat Allahpun menjauh, hidayah Allah menjauh, makhluk Allah yg baik pun menjauh, bahkan orang yg keras hatinya akan banyak ditimpa musibah, kesusahan (baik itu kesusahan mslh ekonomi, masalah kelurga, masalah pendidikan dll).

namun orang yg sadar adalah orng yg mampu mengamlkan apa yg di ajarkan oleh orang yg memberi nasihat/ustadz/guru dll. dan orang yg sadar itu, ia berusaha semaksimal mungkin untuk tidak mengulangi perbuatan dosa/maksiat yg pernah atau sering ia lakukan. ia berusaha menjaga pandangan-a, ia berusaha menjaga lisannya, ia berusaha menjaga shalat-a, ia berusaha mengendalikan amarahnya, ia selalu berdzikir , ia zuhud / tdk cnta kepada dunia, dan lain sebagainya.
maka kita lihatlah diri kita sendiri, ada pada golongan yg manakah kita?
apakah kita termasuk orang yang lalai atau kita termasuk orang yg diberi kesadaran oleh Allah Ta'ala? tentunya anda sendiri yg dapat menjawabnya.
jika kita termasuk orang yg lalai ,maka berusahalah untuk menjadi orang yg sadar. sperti apa yg dijelaskan di atas.
Wallahu A'lam.
Alhamdulillah,,,,

(sumber : kitab Shaidul Khatir, hlm        8)
Al-Imam Ibnul Jauzi, Shaidul Khatir, Cairo (Mesir), Maktabatu Mishri, 2008, hlm 8.

Minggu, 03 November 2013

PENDIDIKAN DAN STRATIFIKASI SOSIAL



PENDIDIKAN DAN STRATIFIKASI SOSIAL

Ahli sosiologi berpendapat bahwa dalam semua masyarakan memiliki ketiksamaan diberbagai bidang. Misalnya dalam bidang ekonomi, sebagian anggota masyararakat memiliki kekayaan yang berlimpah dan kesejahteraan hidup yang terjamin, sedangkan sebagaian lainnya dalam keadaan miskin dan tidak sejahtera. Pada bidang politik sebagian orang memiliki kekuasaan dan sebagain lainnya dikuasai. Pada bidang politik sebagian orang ada yang mengenyam pendidikan sampai ketingkat yang paling tinggi dan sebagian lainnya ada yang sama sekali tidak pernah mengenyam pendidikan. Inilah realitas social dalam masyarakat, yang dapat ditangkap oleh pemerintah dan daya fikir manusia. Perbedaan anggota masyarakat ini, seperti telah dikatakan terdahulu, dinamakan stratifikasi social (social stratification). Pendidikan dalam hal ini memiliki peranan strategis dalam membentuk stratifikasi sosial[1].

A.    Pengertian Stratifikasi Sosial
Sejumlah ahli sosiologi mengemukakan defenisi stratifikasi social sebagai berikut :
a)      Menurut Mosaca : stratifikasi social adalah pembedaan anggota masyarakat berdasarkan status yang dimilikinya.
b)      Menurut Max Weber : Stratifikasi social merupakan penggolongan orang-orang yang termasuk dalam suatu system social tertentu atas lapisan-lapisan hirarki menurut dimensi kekuasaan, privilese, dan prestise.
c)      Menurut Pitirim A. Sokorin : Stratifikasi social merupakan pembedaan penduduk attau masyarakat kedalam kelas-kelas yang tersusun secara bertingkat (hirarki)[2].

Stratifikasi social atau pelapisan social pada dasarnya berbicara tentang penguasaan sumber-sumber – sumber social. Sumber social adalah segala sesuatu yang oleh masyarakat diapndang sebagai sesuatu yang berharga,tetapi terbatas dalam jumlah sehingga memperolehnya  dibutuhkan usaha-usaha tertentu. Terjadinya stratifikasi social karena tidak adanya keseimbangan antara hak dan kewajiban  sehingga rasa tanggung jawab social berkurang lalu dilajutkan dengan adanya ketimpangan pemilikan nilai atas harga. Akibatnya, sesame anggota kelompok social menilai dan memilah-milah  yang akhirnya tersirat dan diakui adanya perbedaan , pada akhirnya muncullah strata. Bentuk pelapisan dalam masyarakat berbeda banyak sekali, tetapi pelapisan itu tetap ada[3].
Jadi kami menyimpulkan bahwa stratifikasi social adalah sebuah konsep yang menunjukkan adanya perbedaan dan/atau pengelompokan suatu kelompok social (komunitas) secara bertingkat. Misalnya dalam komunitas tersebut terdapat strata tinggi, strata sedang, dan strata rendah.

Adapun yang melatar belakangi timbulnya stratifikasi social adalah sebagi berikut :
a)      Perbedaan ras dan budaya.
b)      Pembagian tugas/kerja yang terspesialisasi
c)      Kelangkaan sumber daya maupun kekuasaan.

Adapun yang mendasari terjadinya stratifikasi social adalah sebagai berikut :
a)      Kekayaan
b)      Kekuasaan
c)      Kehormatan
d)     Keturunan
e)      Pendidikan (Ilmu Pengetahuan)[4].

B.     Hubungan Stratifikasi Sosial dengan pendidikan
Dalam masyarakat yang menghargai ilmu pengetahuan atau pendidikan, orang yang memiliki keahlian atau berpendidikan akan mendapat penghargaan lebih besar disbanding mereka yang tidak berpendidikan. Maka dari pada itu pendidikan meruppakan salah satu dasar stratifikasi social.
Jika sekolah berdampak terhadap kualitas lulusan pendidikan, dan jika kualitas pendidikan berdampak terhadap lapangan kerja yang diperoleh dan upah atau penghasilan yang diterima,masa depan anak-anak dari lapisan social yang lebih tinggi (menengah atau atas) akan tetap bertahan, maka disini kualaitas sekolah atau pendidikan dapat mempertahankan stratifikasi social. Stratifikasi social merupakan gejala social tyang tidak dapat dihindari dan terdapat disetiap masyarakat  manapun  didunia ini. Pandangan dan keperluan mengenai pendidikan , dorongan, cita-cita dan hal yang lain bertalian dengan pendidikan, diwarnnai stratifikasi social. Masyarakat yang menganut system social terbuka  memiliki kesempatan luas untuk berusaha naik ketangga social yang lebih tinggi. Konsekuensinya terbuka pula untuk turun/jatuh dalam tangga  social yang lebih rendah. Gejala naik dan turunnya tangga pelapisan social ini tidak terdapat dalam masyarakat yang menganut system pelapisan social yang tertutup[5].

C.     Penggolongan Sosial
Dalam setiap masyarakat, orang menggolongkan  masing-masing dalam berbagai katagori, dari lapisan yang paling atas sampai pada lapisan yang paling bawah. Dengan demikian terjadilah stratifikasi social. Ada masyarakat yang mempunyai stratifikasi sangat ketat,seseorang lahir dalam golongan tertentu dan ia tidak mungkin meningkat kegolongan yang lebih tinggi. Keanggotaannya dalam suatu katagori  merupakan factor utama yang menentukan  tinggi pendidikan yang dapat ditempuhnya, jabatan yang dapat didudukinya, orang yang dapat dinikahinya, dan sebagainya. Golongan yang ketat  ini biasa disebut kasta.
Namun biasanya penggolongan social tidak seketat seperti apa yang disebutkan diatas, akan tetapi fleksibel dengan batas-batas yang agak kabur dan senantiasa dapat mengalami perubahan . Dalam masyarakat yang demikian anak seorang jenderal dan bekerja sebagai penyanyi di Night Club dan menikah dengan putrid keturunan bangsawan zaman dulu[6].
Sifat system pelapisan di masyarakat, menurut Sarjono Soekanto, dapat bersifat tertutup (closed social certification) dan terbuka (open social Stratification), hal ini dapat dijelaskan bahwa :
Pertama, system tertutup, dimana membatasi kemungkinan berpindah seorang dari suatu lapisan kelapisan lain, baik berupa gerak keatas maupun gerak kebawah. Didalam system yang demikian, satu-satunya jalan menjadi anggota suatu lapisan dalam masyarakat adalah kelahiran. Contoh masyarakat dengan system stratifikasi social tertutup ini adalah masyarakat berkasta, sebagian masyarakat feodal atau masyarakat yang dasar stratifikasinya tergantung pada perbedaan rasial.
Kedua, system terbuka yang mana masyarakat didalamnya memiliki kesempatan untuk berusaha degan kecakapan sendiri untuk naik lapisan. Atau bagi mereka yang tidak beruntung, untuk jatuh dari lapisan atas kelapisan bawah, kemungkinan terjadinya mobilitas social sangat besar.
Jadi, suatu masyarakat dinamakan tertutup mana kala setiap anggota masyarakat tetap pada status yang sama dengan orang tuanya. Sedangkan  dinamakan terbuka, karena setiap anggota masyarakat menduduki status berbeda dengan orang tuanya, dimana bias lebih tinggi attau lebih rendah. Mobilita social yang disebut tadi, berarti berpindah status dalam stratiifikasi social. Berbagai factor yang menyebabkan perpindahan status, antara lain pendidikan dan pekerjaan[7].

D.    Cara-Cara Menentukan Golongan Sosial
Konsep tentang penggolongan social bergantung pada cara seorang menentukan golongan social itu. Adanya golongan social timbul karena adanya perbedaan status dikalangan anggota masyarakat. Untuk menentukan stratifikasi social dapat diikuti tiga metode,yaitu :
a.       Metode obyetif,yaitu stratifikasi yang ditentukan berdasarkan criteria  obyektif  antara lain : jumlah pendapatan, lama atau tinggi pendidikan, jenis pekerjaan[8] . menurut suatu penelitian di amerika Serikat pada tahun 1954, bahwa dokter menempati kedudukan yang sangat tinggi sama dengan gubernur Negara bagian. Juga professor tinggi kedudukannya sama dengan ilmuwan, anggota kongres, Dewan Perwakilan Rakyat. Guru sekolah menduduki tempat yang lebih rendah  dari kapten tentara, pemain orkes atau kontraktor, akan tetapi lebih tinggi dari penyiar radio, masinis, polisi. Yang paling rendah kedudukannya adalah tukang semir sepatu[9].
b.      Metode Subyektif,yaitu  dimana dengan menggunakan metode ini kwlompok/golongan social dirumuskan berdasarkan pandangan menurut anggota masyarakat menilai dirinya dalam hirarki kedudukan dalama masyarakat itu. Kepada mereka diajukan pertanyaan : “menurut pendapat saudara termasuk golongan manakah saudara dinegara ini, golongan atas, golongan menengah, atau golongan rendah?[10].
c.       Metode reputasi, metode ini dikembagkan oleh W. Lloyd Warner cs. Dalam metode ini golongan social dirumuskan menurut bagaimana anggota masyarakat menempatkan masing-masing stratifikasi masyarakat itu. Kseulitan penggolongan objektif dan subyektif ialah bahwa penggolongan itu sering tidak sesuai dengan tanggapan orang dalam lingkungan sehari-hari yang nyata tentang golongan social masing-masing. Oleh sebab itu W.L Warner mengikuti suatu cara yang realistis yakni memberikan kesempatan kepada orang dalam masyarakat itu sendiri menentukan  golongan – golongan mana yang terdapat pada masyarakat itu lalu mengidentifikasi anggota masing-masing golongan itu[11].

E.     Golongan Sosial Sebagai Lingkungan Sosial
Golongan social sangat mennetukan lingkungan social seseorang. Pengetahuan, kebutuhan dan tujuan, sikap, watak sesorang sangat dipengaruhi oleh lingkungan sosialnya. Sistem golongan social menimbulkan batas-batas dan rintangan ekonomi, cultural dan social yang mencega pergaulan dengan golongan-golongan lain. Manusia mempelajari kebudayaannya dari orang lain dalam golongan itu yang telah memiliki kebudayaan itu. Maka orang dalam golngan social tertentu akan menjadi orang yang sesuai dengan kebudayaan dalam golongan itu dan dengan sendiri mengalami kesulitan untuk memasuki lingkungan social lain. Golongan social membatasi dan menentukan lingkungan belajar anak.
Bila kita menghadapi orang yang belum kita kenal kita berusaha mengetahui golongan sosialnya agar dapat menentukan hingga berapa jauh kita dapat bersikap akrab kepadanya. Orang yang termasuk golongan social yang sama cenderung untuk bertempat tinggal didaerah tertentu. Orang golongan atas akan tinggal ditempat yang elite karena anggota golongan rendah tidak mampu untuk tinggal disana. Orang akan mencari pergaulan dikalangan yang dianggap sama goolongan sosialnya. Namun demikian ada kemungkinan terjadi perpindahan golongan social.

F.      Tingkat Pendidikan dan Tingkat Golongan Sosial
Dalam berbagai studi , tingkat pendidikan  tertinggi yang diperoleh seseorang digunakan sebagai indeks kedudukan sosialnya. Menurut penelitian memang terdapat kolerasi yang tinggi antara kedudukan social  seseorag dengan tingkat pendidikan yang telah ditempuhnya. Pendidikan yang tinggi bertailan erat dengan tingkat social yang tinggi. Korelasi antara pendidikan dan golongan social anatra lain terjadi oleh sebab anak golongan rendah kebanyakan tidak melanjutkan pelajarannya sampai perguruan tinggi. Orang yang termasuk golongan social atas beraspirasi agar anaknya menyelesaikan pendidikan tinggi. Jabatan orang tua, jumlah dan sumber pendapatan, daerah tempat tinggal, tanggapan masing-masing tentang golongan sosialnya, dna lambing-lambang lain yang berkaitan dengan status social ada kaitannya dengan tingkat pendidikan anak.

G.    Golongan Sosial dan Jenis Pendidikan
Pendidikan menengah pada dasarnya diadakan sebagi persiapan untuk pendidikan tinggi. Karena biaya pendidikan tinggi pada umumnya mahal, tidak semua orang tua mampu membiayai studi anaknya disitu. Pada umumnya anak-anak yang orang tuanya mampu, akan memilih sekolah menengah umum sebagai persiapan untuk studi di universitas.
Orang tua yang mengetahui batas kemampuan keuangannya akan cenderung memilih sekolah kejuruan bagi anaknya. Sebaliknya anak-anak orang kaya tidak tertarik oleh sekolah kejuruan. Dapat diduga bahwa sekolah kejuruan akan lebih banyak mempunyai murid-murid dari golongan rendah dari pada yang berasal dari golongan atas. Karena  hall itulah dapat timbul pendapat bahwa sekolah menengah umum mempunyai status yang lebih tinggi dari pada sekolah kejuruan[12].




H.    Pendidikan dan Mobilitas Sosial
Pendidikan telah menjadi sector strategis dalam system program pembangunan suatu bangsa. Banyak Negara telah menjadikan sector pendidikan sebagai leading sector, sector utama atau unggulan dalam program pembangunan. Ternyata yang menjadikan pendidikan sebagai leading sector, telah menjadi Negara maju dan telah menguasai pasar dunia. Jepang menjadi Negara maju karena pendidikan menjadi perhatian utama dalam kebijakan pembangunan di Negara tersebut[13].
Mobilitas social adalah sebuah gerakan masyarakat dalam kegiatan menuju perubahan yang lebih baik. Henry Clay Smith mengatakan mobilitas social adalah gerakan dalam struktur social (gerakan antar individu dengan kelompoknya)[14]. Haditono mengatakan bahwa mobilitas social adalah  perpindahan seseorang atau kelompok dari kedudukan yang satu ke kedudukan yang lain, tetapi sejajar. Pauul B Horton dan Chester L Hunt mengatakan mobilitas social adalah suatau gerak perpindahan dari satu kelas social ke kelas social lainnya[15].  Jadi yang dikatakan mobilitas social adalah perubahan, pergeseran, peningkatan, ataupun penurunan status dan peran anggotanya. Proses keberhasilan ataupun kegagalan setiap orang dalam melakukan gerak social seperti inilah yang dikatakan mobilitas social (social mobility)[16].
Pendidikan dipandang sebagai jalan untuk mencapai kedudukan yang lebih baik didalam masyarakat. Makin tinggi pendidikan yang ldiperoleh makin besar harapan untuk mencapai tujuan itu. Dengan demikian terbuka kesempatan  untuk meningkat kegolongan yang lebih tinggi. Dikatakan bahwa penndidikan merupakan suatu jalan untuk menuju mobilitas social[17].

I.       Mobilitas Sosial Melalui Pendidikan
Banyak contoh-contoh yang dapat kita lihat disekitar kita tentang orang yang meningkat dalam status sosialnya berkat pendidikan yang diperolehnya. Pada zaman dahulu orang yang menyelesaikan pendidikannya pada HIS, yaitu SD pada zaman Belanda mempunyai harapan menjadi  pegawai dan mendapat kedudukan social yang terhormat. Namun kini pendidikan SD bahkan SMA hampir tidak ada pengaruhnya dalam mobilitas social, maka ijazah SMA tidak ada artinya lagi dalam mencari kedudukan yang tinggi dan dengan demikian tidak dapat menaikkan seseorang ke golongan social yang lebih tinggi. Kini pendidikan tinggi dianggap suatu  syarat bagi Mobilitas Sosial. Bagi lulusan perguruan tinggi pun kini sudah bertambah sukar untuk memperoleh kedudukan yang baik.

J.       Tingkat Sekolah dan Mobiltas Sosial
Diduga bahwa bertambah tingginya taraf pendidikan makin besarnya kemungkinan mobilitas bagi  anak-anak golongan rendah dan menengah. Pendidikan tinggi masih sangat selektif. Tidak semua orang tua mampu membiayai studi anaknya di perguruan tinggi. Dengan menggunakan computer untuk menilai tes seleksi menjadi obyektif artinya tidak lagi dipengaruhi kedudukan orang tua atau orang yang memberikan rekomendasi. Cara itu membuka kesempatan yang lebih luas bagi anak-anak golongan rendah dan menengah untuk memasuki perguruan tinggi atas dasar prestasinya dalam tes masuk itu. Biaya  yang cukup banyak tentu menjadi suatu hambatan bagi golongan rendah untuk menyekolahkan anaknya pada tingkat universitas.

K.    Pendidikan Menurut Perbedaan Sosial
Pendidikan bertujuan untuk membekali setiap anak agar masing-masing dapat maju dalam hidupnya mencapai tingkat yang setinggi-tingginya. Akan tetapi sekolah sendiri tidak mampu meniadakan batas-batas tingkatan  social itu, oleh sebab banyak daya-daya diluar sekolah yang memelihara atau mempertajamnya.
Pendidikan selalu merupakan bagian dari sisttem social, dan jika demikian halnya timbul pertanyaan apakah sekolah harus mempertimbangkan perbedaan dan didalam  kurikulumnya artinya memberikan pendidikan bagi setiap golongan social yang sesuai dengan kebutuhan golongan masing-masing sehingga dapat hidup bahagia menurut golongan masing-masing. Berhubung dengan itu juga dipilih guru-guru yang sesuai dengan golongan social murid yang bersangkutan. Pendirian ini berdiri atas anggapan bahwa sekolah bagaimana pun juga tag dapat mengubah struktur social dank arena itu menerimanya saja sebagai kenyataan serta menyesuaikan diri dengan kenyataan itu agar kurikulum relevan.
Pada saat ini sekolah-sekolah meneruskan cita-cita untuk menyebarluaskan ideal dna norma-norma kesamaan dan mobilitas secara verbal disamping adanya daya-daya stratifikasi yang berlangsung terus dalam masyarakat. Ini berarti bahwa usaha untuk mengerjakan kesamaan dna mobiitas akan mengahdapi kesulitan dalam dunia nyata[18].


KESIMPULAN
            Dalam lapisan mmasyarakat terdapat penggolongan-penggolongan social yang disebut dengan statifikasi sosial, yang mana stratifikasi social itu dilihat atau ditentukan berdasarkan :   1) Kekayaan, 2) Kekuasaan,3) Kehormatan, 4) Keturunan, 5) pendidikan. Dalam statifikasi social terbagi kepada tiga tingkatan, 1) golongan atas, 2) golongan menengah, 3) golongan bawah. Yang paling mendasari stratifikasi  social adalah pendidikan. Maka kita dituntut agar menjadi orang yang berpendidikan tinggi, karena dengan kita menjadi orang berpendidikan tinggi tingkatan/golongan social kita juga akan semakin meningkat, perubahan atau perpindahan dari satu kelas social ke kelas social lainnya atau gerak pindah dari strata yang satu ke strata yang lainnya itu disebut dengan mobilitas social. Dan pendidikan yang tinggi merupaka jalan utama untuk mencapai mobilitas social yang tinggi.















DAFTAR PUSTAKA

Idi , Abdullah, Sosiologi Pendidikan, Jakarta  : PT Raja Grafindo Persada, 2013.
Damanik. S. Fritz Hotman, Sosiologi, Klaten : PT Intan Pariwara, 2009.
Syarbaini.  Syahrial, Sosiologi dan Politik, Jakarta : Ghaila Indonesia, 2002.
Nasution, S.  Sosiologi Pendidikan, Jakarta : Bumi Aksara , 2011.
http://bayuekayulian.blogspot.com/2007/06/stratifikasi sosial dalam masyarakat-27.html.                        diakses pada tanggal 1/11/2013.
Batubara, Abd. Muhyi, Sosiologi Pendidikan, Jakarta : PT Ciputat Press, 2004.
H Gunawan, Ary, Sosiologi Pendidikan, Jakarta : Rineka Cipta, 2000.
Unimed, Tim Dosen, Dasar-Dasar Antropologi/Sosiologi, Medan , 2011.
Damsar, Pengantar Sosiologi Pendidikan, Jakarta : Kencana Prenada Media Group, 2012.



والله أعلم




[1]                Abdullah Idi, Sosiologi Pendidikan, Jakarta  : PT Raja Grafindo Persada, 2013, hlm 177.
[2]               Fritz Hotman S. Damanik, Sosiologi, Klaten : PT Intan Pariwara, 2009, hlm 6.
[3]               Syahrial Syarbaini, Sosiologi dan Politik, Jakarta : Ghaila Indonesia, 2002, hlm 32.
[4]               Fritz Hotman S. Damanik,op.cit, hlm 8.                            
[5]               Abdullah Idi,op,cit, hlm 179-180.
[6]               S. Nasution, Sosiologi Pendidikan, Jakarta : Bumi Aksara , 2011 , hlm 26.
[7]               http://bayuekayulian.blogspot.com/2007/06/stratifikasi sosial dalam masyarakat-27.html. diakses pada tanggal 1/11/2013.
[8]               Abdullah Idi, loc.cit, hlm 184.
[9]               S. Nasution,op.cit, hlm 27.
[10]             Ibid, hlm 27.
[11]             Ibid, hlm 27-28.
[12]             Ibid,hlm 29-31.
[13]             Abd.Muhyi Batubara, Sosiologi Pendidikan, Jakarta : PT Ciputat Press, 2004, hlm 5.
[14]             Ary H Gunawan, Sosiologi Pendidikan, Jakarta : Rineka Cipta, 2000, hlm 36.
[15]             Abdullah Idi, loc it, hlm 195.
[16]             Tim Dosen Unimed, Dasar-Dasar Antropologi/Sosiologi, Medan , 2011, hlm 118.
[17]             S.Nasution. Loc it, hlm 38.
[18]             Ibid,hlm 39-42.