THALAQ (PERCERAIAN)[1]
Menikah merupakan sunnah Rasul,
untuk menjalani hubungan yang sah antara laki-laki dan perempuan. Pernikahan
pada dasarnya harus dibangun diatas kesuakaan dan kecintaan, sehingga rumah
tangga menjadi sakinah mawaddah dan penuh dengan rahmah. Namun
jika hal tersebut tidak tercapai karena suatu hal, tidak ada ketenangan dan
kedamaian dalam rumah tangga maka Islam mengajarkan agar saling menasehati,
sehingga rumah tangga menjadi damai. Jika tidak mungkin juga bersatu dan hidup
bersama, maka Islam memberikan jalan untuk berpisah dengan cara thalaq
(bercerai).
Suami yang telah menceraikan
istrinya kurang dari tiga kali diperbolehkan untuk ruju’ (kembali) kepada
istrinya sebelum habis masa iddahnya, tanpa dengan akad yang baru.
Salah satu dari rukun nikah harus
dengan akad ataupun ucapan menikahkan dan menerima nikah, ketika terjadi
perceraian juga harus dengan kata-kata, demikian juga dengan ruju’ harus dengan
ucapan juga.
Didalam
Al-Qur’an Allah menjelaskan tentang perceraian :
Artinya
: “ Talak (yang dapat dirujuki) dua kali. setelah itu boleh rujuk lagi
dengan cara yang ma'ruf atau menceraikan dengan cara yang baik “ ( Q. S
Al-Baqarah 229 ).
Artinya
: “ Hai Nabi, apabila kamu menceraikan isteri-isterimu Maka hendaklah kamu
ceraikan mereka pada waktu mereka dapat (menghadapi) iddahnya (yang wajar) “.
(Q.S Ath-Thalaq 1).
Dalam
Hadits Nabi menjelaskan tentang thalaq :
ليس شيء من الحلال أبغض الى الله من ا الطلا ق ( رواه أبو دواد بأ سنا
د صحيح )
Artinya
: “ tidak ada sesuatau yang halal yang paling dibenci Allah dari thalaq “
( H.R Abu Dawud dan Hakim ).
Perceraian
tidak boleh dibuat main-main. Seorang suami yang menceraikan istrinya kemudian
mengatakan bahwa ia hanya main-main atau tidak serius, maka tetap jatuh
thalaqnya, karena masalah perceraian tidak boleh dijadikan sebagai senda gurau.
Dalam
Hadits Nabi dijelaskan :
ثلا ث جد هن جد, و هز لهن جد : النكاح, و الطلاق , ولر جعة .
Artinya : “ tiga hal sungguh melakukannya menjadi
sungguh-sungguh dan bersenda gurau menjadi sungguh-sungguh : nikah, thalaq dan
ruju’. ( H.R Ahmad, Abu Dawyd, Ibn Majah, at-Tirmidzi dan Al-Hakim).
Pada dasarnya
islam sangatlah menjaga agar laki-laki dan perempuan yang sudah menikah jangan
sampai berpisah, kecuali karena kematian. Sehingga jika ada masalah dalam rumah
tangga harus diselesaikan dengan baik, jika perlu dihadirkan orang ketiga untuk
menyelesaikan masalah tersebut, baik dari keluarga suami istri atau orang yang
dianggap mampu menyelesaikannya.
Namun demikian jika terjadi perselisihan dan pertikaian antara
suami istri dan tidak ditemukan lagi jalan keluar kecuali cerai, maka suami
hendaknya menjatuhkan thalaq satu saja jangan thalaq tiga sekaligus. Jika suami
menceraikan istrinya langsung thalaq tiga dan muncul penyesalan maka tidak bisa
ruju’ kecuali si isteri menikah dengan laki-laki lain atau yang disebut dengan
muhallil. Kemudian , mereka berhubungan lalu suami menceraikannya, setelah habis
iddahnya barulah suami pertamanya boleh menikahinya lagi. Allah SWT berfirman :
Artinya : “ kemudian jika
si suami mentalaknya (sesudah Talak yang kedua), Maka perempuan itu tidak lagi
halal baginya hingga Dia kawin dengan suami yang lain. kemudian jika suami yang
lain itu menceraikannya, Maka tidak ada dosa bagi keduanya (bekas suami pertama
dan isteri) untuk kawin kembali jika keduanya berpendapat akan dapat
menjalankan hukum-hukum Allah. Itulah hukum-hukum Allah, diterangkan-Nya kepada
kaum yang (mau) mengetahui “. ( Q. S Al-Baqarah 230 ).
Adapun rukun thalaq ada 5, yaitu : 1) muthliq (orang yang
menceraikan), 2) shighah (lafal cerai), 3) mahal, 4) wilayah, 5) Qashad (sadar
bukan mengigau atau mimpi ).
Disyaratkan bahwa orang yang menceraikan itu mesti mukallaf, maka
tidak jatuh thalaq yang dilakukan anak-anak, orang gila, orang yang dipaksa,
tertidur (mengigau atau bermimpi). Anak – anak boleh dinikahkan dengan
anak-anak, dalam kajian fiqh ada istilah tawalli tharafain (menjadi wali dari
dua belah pihak), misalnya seorang kakek memiliki dua orang cucu dari anak yang
berbeda, cucu laki-laki dan perempuan. Ayah mereka sudah meninggal, sikakek
boleh menikahkan cucu perempuannya dengan cucu laki-lakinya, ia yang
mengucapkan ijab dan maqbulnya, karena ia wali dari kedua anak tersebut.
Orang yang mabuk ada dua macam :1) mabuk karena disengaja
(ta’addi), 2) mabuk karena tidak sengaja. Orang yang mabuk dengan sengaja
ketika mabuk itu ia menceraikan istrinya maka jatuh thalaqnya. Perkataan dan
perbuatannya menjadi tanggung jawabnya, dan hilang akalnya tidak dipandang
karena unsure kesengajaan untuk mabuk. Namun jika mabuk yang tidak disengaja
maka tidak jatuh karena tidak ada unsure kesengajaan.
Mabuk adalah bagian dari dosa-dosa besar yang dijelaskan dalam Al-Qur’an
dan Hadits-Hadits Nabi SAW, salah satu kemuliaan manusia dan menjadi pembeda
dengan hewan adalah akalnya, jika akal dihilangkan dengan mabuk dan sebagainya
maka hal itu akan menyebabkan manusia berbuat seperti hewan dan perkataannya
tidak sopan.
Dalam perceraian ada dua bentuk lafadz. Bisa dengan menggunakan
lafadz yang jelas (sharih) atau sindiran (lafadz kinayah).
Lafadz thalaq yang sharih ada tiga macam :
1.
الطلا ق
Artinya : “ Talak (yang dapat dirujuki)
dua kali. setelah itu boleh rujuk lagi dengan cara yang ma'ruf atau menceraikan
dengan cara yang baik. ( Q.S Al-Baqarah 229).
2.
الفراق
Artinya
: “ apabila mereka telah mendekati akhir iddahnya, Maka rujukilah mereka
dengan baik atau lepaskanlah mereka dengan baik“ ( Q.S Ath-Thalaq 2).
3.
السراح
Artinya : “ apabila kamu mentalak
isteri-isterimu, lalu mereka mendekati akhir iddahnya, Maka rujukilah mereka
dengan cara yang ma'ruf,” (Q.S Al-Baqarah 231).
Misal lafadz
thalaq yang sharih adalah : engkau aku ceraikan, atau aku ceraikan engkau. Jika
lafadz sharih yang digunakan suami untuk menceraikan istrinya maka secara
langsung terlaksana thalaqnya meskipun tidak ada niat untuk menceraikannya.
Lafadz thalaq yang
kedua adalah kinayah yaitu lafadz thalaq yang biasa bisa ditafsirkan kepada
maksud selain thalaq. Misalnya pergilah engkau kerumah orang tua mu, kalimat
ini mengandung thalaq, ancaman, pisah tempat tinggal dan lain-lain. Jika suami
mengatakan lafal kinayah maka untuk terlaksana atau tidaknya thalaq mesti
dilihat kepada niat suami. Jika niatnya menceraikan maka jatuh thalaqnya, namun
jika tidak ada niat menceraikan maka thalaqnya tidak terlaksana.
Jika suami menulis
surat atau sms yang isinya menceraikan istrinya, maka jika tulisan itu dibaca
suami maka termasuk kepada lafal sharih, jika tidak maka termasuk lafadz
kinayah. Orang yang bisu isyaratnya jika dipahami untuk menceraikan maka itu
menjadi thalaq yang terlaksana.
Jumlah thalaq
sebanyak tiga kali. Ketika seorang menikah , maka ia diberikan hak thalaq
sebanyak tiga kali. Hal ini bisa diumpamakan dengan seorang yang diberikan tiga
buah batu kerikil, maka ia melemparkan satu maka berarti tinggal dua lagi, maka
jika ia melemparkannya tiga sekaligus maka kerikil yang dimilikinya habis. Demikian
juga dengan suami, ia diberikan hak untuk menceraikan istrinya sebanyak tiga
kali, jika ia ceraikan sekali maka haknya tinggal dua, jika diveraikan tiga
kali sekaligus maka habislah haknya.
Hukum menceraikan istri ada empat :
1.
Wajib, jika :
1)
Suami-istri mengutus utusan atau perwakilan untuk menyelesaikan
pertikaian diantara mereka. Jika kedua utusan tersebut itu sepakat agar suami
istri itu berpisah, maka suami wajib menceraikan istrinya. Hal ini karena suami
telah mewakilkan penyelesaian masalahnya kepada wakil tersebut. Allah SWT
berfirman :
Artinya
: “ dan jika kamu khawatirkan ada
persengketaan antara keduanya, Maka kirimlah seorang hakam dari keluarga
laki-laki dan seorang hakam dari keluarga perempuan. jika kedua orang hakam itu
bermaksud Mengadakan perbaikan, niscaya Allah memberi taufik kepada suami-isteri
itu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal ” . ( Q. S
An-Nisa 35 ).
2)
Jika suami bersumpah untuk tidak menggauli istrinya selama empat
bulan atau lebih, ini disebut ‘ila. Jika suami menggauli istrinya sebelum empat
bulan, maka ia wajib membayar kafarat sumpat, akrena ia telah melanggar
sumpahnya. Kafaratnya adalah memerdekan budak, atau puasa tiga hari atau member
makan / pakaian kepada 10 fakir miskin.
Jika ia tidak menggaulinya lebih dari empat bulan maka ia wajib menceraikan istrinya.
2.
Mustahab, jika :
1)
Suami menyia-nyiakan atau menzhalimi istrinya
2)
Istri tidak baik akhlaqnya, tentu setelah dinasehati dan sebagainya
namun tidak ada perubahan. Dizaman Nabi pernah seorang suami mengadukan akhlaq
istrinya yang menolak orang yang mengajaknya melakukan zina, lantas Nabi
menyuruhnya untuk menceraikannya.
3.
Haram
1)
Thalaq bid’I yaitu suami menceraikan istrinya ketika haid atau
dalam keadaan bersih yang sudah dipergauli. Ketika istri haid suami tidak boleh
menceraikan istrinya karena akan memperlambat iddah si wanita. Istri dalam
keadaan bersih yang sudah disetubuhi juga tidak boleh diceraikan karena
kemungkinan ia hamil, hal ini dapat memperlambat iddah si wanita. Meskipun
perbuatan menceraikan diatas haram, namun thalaq yang dilakukan suami tetap
jatuh atau terlaksana.
4.
Makruh, hal ini merupakan hukum asal dari perceraian.
Thalaq tiga dengan satu lafal maka jatuh tiga, misalnya dengan
mengatakan : “ aku ceraikan engkau dengan thalaq tiga “. Pendapat ini dipegangi
oleh imam Madzhab yang empat, kebanyakan sahabat dan Tabi’in.
و الله تعا لى أ علم
[1] Makalah ini disampaikan oleh Al-Faqir ilallah Sumitra Nurjaya
Al-Banjariy Al-Jawiy pada halaqah Mahasiswa PAI Semester V Univa Medan pada
tanggal 30 Rabi’ul Awwal 1435 H bertepatan tanggal 1 Februari
2014 di Masjid Nurul Hidayah Jl
Garu II A. dan Makalah ini sebahagian besar merupakan pengajian yang
disampaikan oleh Al-Fadhilatus – Syaikh Al-Hajj Ok Mas’ud. seorang Ulama’ yang mana beliau merupakan
murid dari Asy-Syaikh Arsyad Thalib Lubis, salah satu tokoh
pendiri Al-Washliyah. Dan makalah ini ditulis dari kitab :
-
Mughnil Muhtaj
ila Ma’rifati Al-Fazh Al-Minhaj, Jilid IV,
oleh Asy-Syaikh Syamsuddin Muhammad bin Muhammad Al-Khatib Al-Syarbaini
-
Al-Muhadzdzab
lil imam abu Ishaq Asy-Syirazi, Ibrahim bin
‘Ali bin Yusuf bin Abdullah Asy-Syirazi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar