KEWAJIBAN ISTRI TERHADAP SUAMINYA[1]
Seorang istri mempunyai kewajiban mentaati serta berbakti dan
mengikuti segala yang diminta dan dikehendaki oleh suaminya, asalkan tidak
merupakan suatu hal yang berupa kemaksiatan. Jelaslah apabila terdapat
unsure-unsur kemaksiatan didalamnya, maka wajiblah kita menolak kehendak serta
kemauan suami dengan cara sebaik-baiknya. Rasulullah SAW bersabda :
ا ذ
ا صلت المر أ ة خمسها و صا مت شهرها وحفظت فر جها و أ طا عت زو جها دخلت ربها.
Artinya : “ apabila seorang
wanita itu telah melakukan shalatnya lima waktu, berpuasa dibulan puasa
(Ramadhan), menjaga kemaluannya dan menta’ati suaminya, maka ia akan memasuki
surga Tuhannya “. ( H.R Ibnu Hibban ).
Dalam riwayat yang lain disebutkan
bahwa Nabi SAW bersabda :
Artinya : “ setengah dari haknya
suami ialah jangan sekali-sekali istirinya itu memberikan sesuatu dari rumahnya
(kepada oramg lain), melainkan dengan izin suaminya. Kalau istri itu melakukan
hal tersebut yaitu memberikan sesuatu dari rumahnya tanpa izin suaminya, maka
dosa adalah atas istrinya sedang pahala bersedekah adalah untuk suaminya.
Diantara setengah dari kewajiban istri kepada suaminya adalah seorang istri tu
apabila keluar dari rumahnya tanpa izin suaminya maka ia mendapatkan laknat
dari Malaikat sampai ia pulang kerumahnya kemudian bertaubat “ ( H.R Al-Baihaqi
).
Tentang kewajiban istri kepada
suaminya memang banyak sekali, tetapi yang terutama dan terpenting ada dua
macam,yaitu : pertama, menjaga diri dan menutup segala sesuatunya. Kedua,
seorang tidak boleh menuntut sesuatu yang lebih dari apa yang diperlukan. Istri
hendaknya menjaga supaya usaha suaminya (pekerjaan yang dilakukan suaminya)
tidak menjurus kepada usaha yang dilarang agama. Memang demikian kebiasaan para
wanita zaman dahulu. Bila seorang pria (suami) keluar dari rumahnya, si istri
akan berkata : “ hati-hatilah memperoleh penghasilan haram, kami lebih senang
tabah menghadapi kelaparan dan penderitaan dari pada menghadapi neraka.
Diantara kewajiban istri bagi suami
adalah ia tidak menghamburkan harta suami, dia harus memelihara untuk suaminya.
Kemudian seorang istrinya hendaknya jangan banyak mengeluh kepada suaminya,
atau mengeluhkan sikap suaminya kepada orang lain, karena hal itu bisa
menghilangkan kecintaan dari hati suami. Diriwayatkan bahwa Asma’ binti Kharijah Fazari
berkata kepada puterinya diwaktu perkawinan putrinya, yaitu :
“
Hai anakku sekarang engkau sudah bersuami, jadilah kamu sebagai tanah untuknya
dan ia akan menjadi langitmu, jadilah engkau sebagai lantai untuknya dan ia
dapat engkau jadikan sebagai tiangmu. Janganlah engkau terlampau menjauh
darinya, agar ia tidak melupakan dirimu, peliharanya suamimu itu dengan
sebenar-benarnya, hidungnya, pendengarannya, matanya dan lain-lainnya,
janganlah kiranya suami itu akan mencium sesuatu dari dirimu melainkan yang
harum, jangan pula ia mendengar melainkan sesuatu yang enak untuk didengar,
jangan pula ia melihat melainkan yang indah dari dirimu “
Adapun makna yang bisa diambil dari
pesan seorang sahabat tersebut ialah bahwa istri itu hendaklah menjaga
suaminya,baik diwaktu ia bepergian
ataupun ketika ia dirumah. Hendaklah diusahakan agar suaminya itu selalu
gembira dalam segala sesuatu yang dihadapinya. Janganlah sekali-kali seorang
istri itu mengkhianati dirinya sendiri ataupun harta suaminya, jangan pula
istri itu keluar dari rumahnya melainkan dengan izin suaminya. Jikalau sudah
menerima izin atau terpaksa keluar maka hendaklah seorang istri tersebut keluar
dengan pakaian yang sederhana, tidak memakai pakaian tabarruj, , tidak
memamerkan tubuh dan pakaiannya, ia harus menghindarkan diri bercakap-cakap
dijalan dengan laki-laki yang bukan mahramnya.
Yang wajib diutamakan seorang istri
adalah kebaikan keadaan dirinya sendirinya serta mengatur dan menertibkan
keadaan rumah tangganya. Maksudnya haruslah rajin melakukan ibadah yang wajib
baginya. Seorang istri hendaklah puas dengan apa yang ada pada suaminya
mengenai apa saja yang dirizkikan oleh Allah Ta’ala padanya. Ia haruslah
mendahulukan hak suaminya dari pada haknya sendiri. Selain itu istri juga wajib
memberikan kasih saying kepada anak-anaknya, menjaga dan menutupi aib mereka,
jangan mudah mengeluarkan kata-kata makian pada anak-anaknya.
Dalam melayani tamu suaminya seorang
istri diperbolehkan melayani tamu suaminya ketika suaminya ada dirumah, akan
tetapi ia harus menjaga etika dan akhlaq keislaman dalam berpakaian, perhiasan,
ucapan, dan tata cara berjalannya. Berkata Syaikhul Islam Ibnu Hajar : apabila
sang istri tidak memperhatikan kewajibannya dalm menutup aurat, sebagaimana
terjadi pada kebanyakan perempuan dewasa ini, maka kemunculan mereka dihadapan
laki-laki menjadi haram.
Dari Anas r.a, Nabi SAW bersabda :
Ada lima orang yang shalatnya tidak diterima, yaitu:
1.
Seorang istri yang membuat suaminya marah.
2.
Hamba sahaya yang melarikan diri dari tuannya (majikannya).
3.
Orang yang mendiami sesama saudaranya sesama muslim lebih dari tiga
hari
4.
Orang yang selalu meminum minuman keras
5.
Seorang pemimpin yang dibenci masyarakatnya (imam yang tidak
disenangi jama’ahnya).
Jikalau
disimpulkan ada beberapa adab kesopanan seorang istri kepada suaminya, yang
mana apabila adab-adab tersebut diamalkan niscaya akan senantiasa memperoleh
ketenangan didalam rumah tangga, diantara adab-adab tersebut adalah sebagai
berikut :
1)
Janganlah istri membangga-banggakan dirinya dihadapan suaminya,
baik itu karena kemolekannya atau kecantikannya.
2)
Jangan menghina suaminya, baik itu karena wajahnya ataupun
keturunannya dan sebagainya.
3)
Senantiasa menjaga kedamaian dan ketenangan dalam segala hal.
4)
Menahan diri dari berbuat segala sesuatu diwaktu suaminya tidak
dirumah.
5)
Menunjukkan sikap yang jernih dan berlapang dada atas segala
kesulitan yang sedang dihadapi.
[1] [1] Makalah
ini disampaikan oleh Al-Faqir ilallah Sumitra Nurjaya Al- Banjariy Al-Jawiy pada Majlis
Ta’lim ………….. pada tanggal 1 Rabi’ul Akhir 1435 H, atau bertepatan tanggal 2
Februari 2014 Makalah ini ditulis dari
kitab :
-
Ihya’ Ulumiddin
oleh Al-Imam Abu Hamid Muhammad bin Muhammad Al-Ghazali.
-
Mukasyafatu
Al-Qulub oleh Al-Imam Abu Hamid Muhammad bin Muhammad Al-Ghazali.
-
Tanbihu
Al-Ghafilin oleh Al-Imam Al-Faqih Abu Laits Samarqandi.
-
Al-Halal wal
Haram oleh Asy-Syaikh Muhammad Yusuf Al-Qaradhawi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar