PERNIKAHAN DALAM
ISLAM[1]
A. Anjuran
Menikah
Didalam Al-Qur’an Allah SWT
berfirman :
Artinya : “ dan kawinkanlah orang-orang yang sendirian
diantara kamu,dan orang-orang yang layak berkawin dari hamba-hamba sahayamu
yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan. Jika mereka miskin Allah
akan memampukan mereka dengan karunia Nya. Dan Allah Maha Luas (pemberiannya)
lagi Maha Mengetahui. ( Q. S An-Nur 32 )”.
Artinya : “ dan di antara
tanda-tanda kekuasaan –Nya ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari
jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tentram kepadanya, dan
dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih sayanh. Sesungguhnya pada yang demikian
itu terdapat tanda-tanda bagi kamu yang berfikir ( Q. S Ar-Rum 21 )”.
Didalam Hadits
dikatakan bahwa Rasulullah SAW bersabda :
عن ابن مسعود : قا ل
, قال رسول الله : يا معشر الشباب من استطاع منكم الباءة فليتزوج, فأنه اغض للبصر
وأحصن للفرج , ومن لم يستطيع فعليه بالصوم فأنه له وجاء ( أخرجه البخا ري ومسلم ).
Artinya : “ Hai sekalian pemuda, siapa yang sudah sanggup
menikah hendaklah ia menikah, karena menikah lebih menundukkan pandangan dan
mensucikan kemaluan, dan siapa yang belum sangguphendaklah ia berpuasa, karena
puasa itu baginya ialah obat. (H.R Bukhari dan Muslim )”.
B. Hukum Menikah
Hukum menikah pada dasarnya
adalah sunnah, namun hukum ini dapat berubah sesuai dengan kondisi yang
bersangkutan. Diantaranya ;
-
Menikah
hukumnya wajib, apabila seseorang mampu memberikan nafkah lahir
dan bathin dan dikhawatirkan kalau tidak menikah akan jatuh kepada perzinahan.
Karena menjaga diri dari melakukan yang diharamkan (zina) merupakan kewajiban,
dan itu tidak bisa dihindari kecuali dengan menikah.
-
Menikah
hukumnya sunnah, apabila sesorang mampu memberikan nafkah lahir
dan bathin, namun ia mampu menjaga dirinya dari perbuatan zina.
-
Menikah
hukumnya haram, apabila seseorang tidak mampu memberikan nafkah
lahir dan bathin dan bathin, dan tidak ada dorongan untuk menikah.
-
Menikah
hukumnya makhruh, bagi
orang yang mampu memenuhi nafkah bathin tetapi tidak mampu memberikan nafkah
lahir. Namun ia masih bisa menjaga diri dari perbuatan zina. Makruh juga
menikah bagi orang yang mampu memberikan nafkah lahir, namun tidak mampu
memberikan nafkah bathin.
-
Menikah
hukumnya Mubah, apabila tidak ada dorongan yang kuat untuk
menikah dan tidak ada penghalang baik lahir maupun bathin.
C. Wanita Yang Haram Dinikahi
Didalam
al-Qur’an Allah SWT telah menjelaskan wanita yang haram dinikahi, Allah SWT
berfirman :
22. dan janganlah kamu kawini wanita-wanita yang telah dikawini
oleh ayahmu, terkecuali pada masa yang telah lampau. Sesungguhnya perbuatan itu
Amat keji dan dibenci Allah dan seburuk-buruk jalan (yang ditempuh).
23. diharamkan atas kamu
(mengawini) ibu-ibumu; anak-anakmu yang perempuan saudara-saudaramu yang
perempuan, saudara-saudara bapakmu yang perempuan; saudara-saudara ibumu yang
perempuan; anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang laki-laki; anak-anak
perempuan dari saudara-saudaramu yang perempuan; ibu-ibumu yang menyusui kamu;
saudara perempuan sepersusuan; ibu-ibu isterimu (mertua); anak-anak isterimu
yang dalam pemeliharaanmu dari isteri yang telah kamu campuri, tetapi jika kamu
belum campur dengan isterimu itu (dan sudah kamu ceraikan), Maka tidak berdosa
kamu mengawininya; (dan diharamkan bagimu) isteri-isteri anak kandungmu
(menantu); dan menghimpunkan (dalam perkawinan) dua perempuan yang bersaudara,
kecuali yang telah terjadi pada masa lampau; Sesungguhnya Allah Maha Pengampun
lagi Maha Penyayang.
24. dan (diharamkan juga kamu
mengawini) wanita yang bersuami, kecuali budak-budak yang kamu miliki (Allah
telah menetapkan hukum itu) sebagai ketetapan-Nya atas kamu. dan Dihalalkan
bagi kamu selain yang demikian (yaitu) mencari isteri-isteri dengan hartamu
untuk dikawini bukan untuk berzina. Maka isteri-isteri yang telah kamu nikmati
(campuri) di antara mereka, berikanlah kepada mereka maharnya (dengan
sempurna), sebagai suatu kewajiban; dan Tiadalah mengapa bagi kamu terhadap
sesuatu yang kamu telah saling merelakannya, sesudah menentukan mahar itu.
Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana.
Wanita-wanita yang haram
dinikahi dibagi kepada dua bagian, yaitu : pertama , haram di nikahi untuk
selama-lamanya dan kedua, haram dinikahi untuk sementara waktu.
Adapun wanita-wanita yang haram
dinikahi untuk selama-lamanya terbagi kepada tiga sebab, yaitu :
1. Haram dinikahi karena sebab Nasab
Seseorang
diharamkan menikahi wanita selamanya karena garis keturunannya ada tujuh
macam,yaitu : Ibu sampai ke atas, anak wanita sampai kebawah, saudari baik
kandung ataupun tiri, saudari ayah,
saudari ibu, anak saudara dan saudari. Adapun anak saudara ayah (sepupu) dan
anak saudara ibu (sepupu) tidak haram untuk dinikahi atau boleh dinikahi.
2. Haram dinikahi karena sebab
pernikahan
Seseorang
haram menikahi wanita selamanya karena kerabat sebab pernikahan ada empat
macam,yaitu : isteri ayah, mertua sampai keatas, anak tiri sampai kebawah yang
sudah dicampuri ibunya, istri anak kandung sampai kebawah (termasuk juga istri
anak susuan).
3. Haram dinikahi karena sesusuan.
Golongan
wanita yang haram dinikahi karena sebab sesusuan sama dengan wanita yang haram
dinikahi karena sebab nasab. Menyusukan menyebabkan mahram, karena kalau
seseorang menyusu kepada seorang perempuan maka air susu yang ia minum akan
membentuk daging dan membantu pertumbuhannya. Bahagiaan dari tubuh si ibu
menjadi bahagian dari tubuh si anak. Maka dari pada itu ibu susuannya menjadi
saudara sesusuannya. Dengan sebab mahram karena sesusuan maka haram menikah
diantara mereka, tidak batal wudhu ketika bersentuhan, boleh mereka khalwat
(berduaan) dan tidak haram melihatnya. Namun tidak berakibat kepada yang lain,
seperti wali nikah dan ahli waris. Mahram karena sebab sesuan tidak menjadi
sebab ,medapatkan harta warisan dan tidak bisa menjadi wali.
Dalm
hal menyusukan sehingga bisa menjadi mahram ada rukun-rukunnya,yaitu : 1). Perempuan yang menyusukan
,2) air susu, 3) anak yang menyusu. Adapun syarat orang yang menyusukan adalah
perempuan yang menyusukan masih dalam keadaan hidup tidak meninggal dunia dan
batas minimal umurnya 9 tahun. Kalau air susu diambil dari wanita yang masih
hidup, kemudian diminumkan kepada sibayi setelah ibu itu meninggal, itu juga
termasuk dalam katagori ibu susuannya.
Dalam
hal menyusukan tidak mesti si bayi langsung menyusu kepada si ibu, menyusukan
bisa dengan cara air susu ibu diperas
baru diminumkan kepada si bayi, hal itu juga menjadi penyebab anak tersebut
menjadi anak susuannya dan ibu yang menyusukan menjadi ibu susuannya. Dan
apabila air susu itu dicampur dengan air atau tepung itu juga menyebabkan
mahram.
Adapun
syarat yang lain bahwa bayi tersebut harus belum sampai umurnya dua tahun. “ حولين
كاملين
“ Al-Qur’an telah membatasi masa menyusukan selama dua tahun Qamariyah.
Al-Qur’an menunjukkan bahwa masa sempurna menyusui adalah 2 tahun penuh.
Kemudian
syarat yang berikutnya bahwa menyusukan sebanyak lima kali menyusu sampai
kenyang. Hal itu dapat diketahui dengan bayi tersebut melepaskan sendiri dari
meminum susu, atau tidak mau lagi atau dia langsung tertidur.
Adapun wanita yang haram
dinikahi untuk sementara waktu adalah sebagi berikut :
1. Mengumpulkan dua yang bersaudari,
sebagaimana Firman Allah Ta’ala :
2.
وان
تجمعو ا بين الاختين الا ما قد سلف ............
Artinya
: “…Dan janganlah kamu menghimpun dua
perempuan yang bersaudara dalam pernikahan….( Q.S An-Nisa 24 )”.
3. Wanita yang masih dalam iddah
(menunggu).
Seorang
wanita yang masih dalam iddah karena dithalaq (satu, dua, atau tiga ), maka
laki-laki yang bukan suaminya tidak boleh menikahinya sampai habis masa
iddahnya. Namun ketika sudah habis masa iddahnya boleh laki-laki lain menikah
dengannya, kalau wanita tersebut setuju. Sementara wanita yang dalam iddah
karena suaminya wafat, maka ia tidak boleh dinikahi sebelum habis masa iddahnya
4 bulan 10 hari. Wanita yang hamil yang beriddah karena ditahalaq, atau karena
suaminya wafat, maka ia tidak boleh dinikahi sebelum ia melahirkan.
4. Wanita yang masih bersuami.
5. Wanita yang dithalaq 3 tidak halal
bagi suami pertama sampai si wanita menikah dengan laki-laki lain (muhallil).
6. Wanita yang sedang berihram, baik
untuk melakukan ibadah haji dan umrah.
7. Wanita kafir sampai ia masuk islam
8. Penzina sampai ia bertaubat.
Didalam kitab “ Rawa’I’ul bayan tafsir ayatul
ahkam “ karya Asy-Syaikh Muhammad Ali As-Shabuni dijelaskan : Ulama salaf
berbeda pendapat dalam hal menikah dengan wanita penzina kepada dua qaul
(pendapat) :
-
Haram
menikah dengan wanita penzina, ini dinukil dari Ali bin Abi Thalib, ‘Aisyah ,
Al-Barra’ dan Abdullah ibnu Mas’ud, salah satu dalil pendapat ini adalah Q.S
An-Nur 3.
-
Boleh
menikah dengan wanita penzina, ini dinukil dari Abu Bakar As-Shiddiq, Umar bin
Khattab, Abdullah bin Abbas, Madzhab Mayoritas, termasuk Ulama Madzhab yang
empat (Hanafi, Maliki, Syafi’I, Hanbali).
10. mengumpulkan wanita lebih dari empat orang
والله
أعلم
[1] Makalah ini disampaikan oleh Al-Faqir ilallah Sumitra Nurjaya
pada halaqah Mahasiswa PAI Semester V Univa Medan pada tanggal 26 Shafar 1435 H
bertepatan tanggal 4 Januari 2014
di Masjid Nurul Hidayah Jl Garu
II A. dan Makalah ini sebahagian besar merupakan pengajian yang disampaikan
oleh Al-Fadhilatus – Syaikh Al-Hajj Ok Mas’ud. seorang Ulama’ yang mana beliau merupakan
murid dari Asy-Syaikh Arsyad Thalib Lubis, salah satu tokoh
pendiri Al-Washliyah. Dan makalah ini ditulis dari kitab :
-
Fiqhu
Al-Sunnati Linnisa’I wa Ma Yujibu an Ta’rif Kulli Muslimatin min Ahkami
oleh Asy-Syaikh Abi Malik Kamal bin Al-Saidi Salim.
-
Hasyiyah
I’anatuth-Thalibin, Jilid III, oleh Asy-Syaikh Saidil Bakri bin Saidi Muhammad Syatha
Ad-Dimyati Al-Mishri.
-
Mughnil Muhtaj
ila Ma’rifati Al-Fazh Al-Minhaj, Jilid IV,
oleh Asy-Syaikh Syamsuddin Muhammad bin Muhammad Al-Khatib Al-Syarbaini.
-
Al-Fiqhu
Al-Islami Wa ‘Adillatuhu, Jilid VI, oleh Asy-Syaikh Dr
Wahbah Az-Zuhaily.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar