THAHARAH (BERSUCI)[1].
Thaharah
menurut bahasa artinya bersuci atau “An-Nazhafah” yang artinya bersih.
Sedangkan thaharah menurut istilah adalah suci dari hadats dan najis. Sementara
defenisi atau arti thaharah secara luas dapat diartikan kepada dua makna :
1. Bersih dari menduakan Allah
Ta’ala dalam beribadah atau yang biasa
disebut syirik. Dan bersih hati dari sifat dengki kepada hamba-hamba Allah yang
beriman. Hal ini lebih penting dari bersih badan, bahkan tidak akan sempurna
bersih badan bila masih ada najis syirik, sebagaimana firman Allah SWT :
إنما
المشركون نجس
Artinya
: sesungguhnya orang-orang musyrik itu adalah najis (Q.S At-Taubah 28).
2. Suci lahir yakni menghilangkan hadats
dan sebab yang tidak membolehkan shalat. Ada dua sebab mengapa para ahli fiqih
selalu memulai kitab mereka dengan bab thaharah, alasan yang pertama :
bersuci adalah menghilangkan kotoran, sementara menghilangkan kotoran itu
merupakan kewajiban, sebagaimana Firman Allah Ta’ala :
إن
الله يحب المتطهرين
Artinya
: sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang mensucikan diri (Q.S
Al-Baqarah 222 ). Kemudian alasan yang kedua : bersuci atau thaharah
merupakan kunci shalat yang merupakan rukun kedua yang paling ditekankan
setelah mengucapkan dua kalimat syahadat. Maka apabila hendak mendirikan shalat
diwajibkan berwudhu terlebih dahulu sebagai mana Firman Allah Ta’ala dalam
Al-Qur’an Surah Al-Maidah ayat 6 ).
Inilah
kajian kitab Minhajut-Thalibin beserta Syarahnya Tuhfatul Muhtaj Bi Syarhi
Al-Minhaj, dikatakan bahwa :
قال الله تعالى
: ( وأنزلنا من السماء ماء طهور )
Artinya : “
Allah Ta’ala telah berfirman : dan Kami telah menurunkan dari langit air
dapat mensucikan (Q.S Al-Furqan ayat 48 ).
(penjelasan)
: Allah Ta’ala telah menurunkan air yang bersumber dari langit, yang mana dengan
air tersebut dapat kita gunakan untuk bersuci dari Hadats dan Najis. Yang
dimaksud dengan hadats adalah sebuah hukum yang ditujukan kepada tubuh
sesorang, yang mana karena hukum tersebut dia tidak boleh mengerjakan shalat,
puasa, haji, membaca Al-Qur’an, menyentuh Al-Qur’an dan lain sebagainya.
Sementara najis adalah semua yang kotor dilihat dari kaca mata syariat atau
bentuk kotoran yang setiap muslim diwajibkan untuk membersihkannya dari tempat
yang terkena najis tersebut. Tapi tidak setiap yang kotor itu adalah najis,
sebagai contoh air mani, ludah dan dahak, kotoran hidung dan telinga, dan lain
sebagainya.
Secara singkat dapat difahami bahwa
Hadats itu keadaan seseorang yang terkena najis, sementara najis adalah
bendanya atau dzatnya. Sebagai contoh wanita yang haid disebut berhadats,
sementara darah haidnya disebut najis, wanita yang melahirkan disebut berhadats
, sementara darah nifas (melahirkan) disebut najis. Akan tetapi tidak semua
Hadats itu najis, sebagai contoh keluar mani itu berhadats, akan tetapi mani
tidaklah najis.
Hadats
terbagi kepada dua bagian, pertama : Hadats besar , contohnya orang yang
haid, junub, dan nifas. Maka orang tersebut dihukumi berhadats besar. Dan cara
mensucikannya adalah dengan mandi wajib dan tayammum. Kedua ; Hadats
kecil, buang air besar atau kecil cara mensucikannya adalah dengan berwudhu dan
tayammum.
Najis terbagi kepada tiga bagian,
yaitu diantaranya :
a)
Najis mughalladzah (berat).
Yaitu
najis yang disebabkan karena jilatan anjing maupun babi, atau karena menyentuh
keduanya. Cara mensucikannya adalah dengan cara terlebih dahulu dihilangkan
wujud benda najis itu, kemudian baru dicuci bersih dengan air sampai tujuh kali
basuhan dan diantaranya dibasuh dengan air yang bercampur dengan tanah.
b)
Najis
Mukhaffafah (ringan).
Yaitu
najis yang bersifat ringan seperti air kencing bayi laki-laki yang umurnya
kurang dari dua tahun dan belum makan apa-apa selain air susu ibunya. Cara
menghilangkannya cukup dengan memercikkan air pada benda atau tempat yang
terkena najis itu sampai bersih. Sementara kalau terkena air kencing anak
perempuan wajib dicuci atau dibasuh.
Mengapa
berbeda cara membersihkan air kencing anak laki-laki dengan membersihkan air
kencing anak perempuan? Kalau anak laki-laki yang belum berumur dua tahun dan
belum makan apa-apa selain air susu ibunya, cukup dipercikkan saja dengan air,
sementara kalau anak perempuan wajib dibasuh, mengapa demikian? Karena :
-
Bahwa
anak perempuan lebih cepat dewasa dibandingkan anak laki-laki.
-
Karena
perempuan ada haidnya, walaupun anak itu masih kecil dia belum haid, tapi
sumber haid itu sudah ada.
-
Awal
mula wanita diciptakan dari tulang rusuk Nabi Adam A.S , sementara tulang
adalah najis, maka air kencing anak perempuan itu dihukumi najis berdasarkan
qiyas (penyamaan hukum) dari tulang rusuk tersebut. Wallahu A’lam.
c)
Najis
Mutawassithah (sedang).
Seperti
kotoran manusia atau binatang, air kencing, nanah, darah, bangkai ( selain
bangkai ikan, belalang dan mayat manusia, dan lain sebagainya. Najis mutawassithah
terbagi kepada dua :
-
Najis
‘Ainiyah yaitu najis yang bendanya berwujud. Cara mensucikannya dengan
menghilangkan zatnya terlebih dahulu, hingga hilang rasa, bau dan warnanya
kemudian menyiramnya dengan air bersih.
-
Najis
hukmiyah, yaitu najis yang tidak Nampak bendanya, seperti bekas kencing, arak
yang sudah kering. Cara mensucikannya cukup dengan mengalirkan air pada bekas
yang terkena najis tersebut.
d)
Najis
yang dimaafkan.
-
Bangkai
binatang yang darahnya tidak mengalir, seperti nyamuk, kutu, kecoa, belalang,
kalajengking dan lain sebagainya.
-
Najis
yang sedikit sekali.
-
Nanah
atau darah dari kudis atau bisulnya sendiri yang belum sembuh.
Adapun benda-benda yang tergolong
najis, diantaranya yaitu :
1.
Bangkai
, kecuali mayat manusia, ikan dan belalang.
2.
Darah
3.
Nanah
4.
Segala
sesuatu yang keluar dari dua lubang kecuali mani.
5.
Anjing
dan babi
6.
Minuman
keras seperti arak dan sebagainya.
7.
Bagian
badan anggota binatang yang terpisah karena disembelih dan sebagiannya masih
hidup.
Selanjutnya
didalam kitab Minhajut-Thalibin beserta Syarahnya Tuhfatul Muhtaj Bi Syarhi
Al-Minhaj, dikatakan bahwa :
يشترط
لرفع الحد ث وانجس ماء مطلق. ما ء مطلق هو ما يقع عليه اسم ماء بلا قيد.
Artinya : dan disyaratkan untuk
mengangkat (membersihkan) hadats dan najis itu dengan air muthlaq, yang
dikatakan air muthlaq adalah apa yang terjadi atasnya nama air tanpa ada
ikatan.
(Penjelasan)
: syarat untuk membersihkan hadats dan najis harus dengan air muthlaq, dan air
muthlaq itu adalah sesuatu yang dinamai “air” yang mana tidak ada tambahan pada
namanya atau air yang jauh dari adanya qayyid (ikatan) yang tetap. Maksudnya
adalah sesuatu yang dinamai “air” kemudian sesuatu yang dinamai air itu tidak
ada tambahan pada namanya, seperti air kopi, air the, air susu dan lain
sebagainya. Pada air kopi dan contoh lainnya, ada tambahan pada namanya,
awalnya namanya air saja, namun setelah ditambahkan kopi maka jadilah namanya
air kopi. Dan ada qayyid atau ikatan yang tetap yang tidak bisa dipisahkan. Air
kopi tidak bisa dipisah-pisahkan antara airnya, kopinya, gulanya, karena air,
gula, kopi sudah menyatu, jadi itulah yang dimaksud dengan qayyid. Maka yang
dikatakan air muthlaq itu adalah air yang tidak ada tambahan pada namanya, dan
jauh dari adanya qayyid.
Adapun
air muthlaq yang digunakan untuk bersuci ada tujuh macam, yang mana selain dari
air yang tujuh macam ini tidak sah digunakan untuk bersuci. Air muthlaq yang
dimaksud adalah :
1.
Air
hujan
2.
Air
sumur
3.
Air
sungai
4.
Air
salju
5.
Air
telaga (danau)
6.
Air
embun
7.
Air
laut
Pada air ini ada tambahan pada namanya,
akan tetapi tambahan pada nama “air” seperti air sumur, hal itu hanya sebagai
menerangkan tempat/wadah air itu berada. Contoh air sumur, dikatakan air sumur
karena tempatnya berada disumur.
Walaupun ada tambahan pada namanya,itu hanya menunjukkan tempat air itu
berada, dan itu berbeda dengan air kopi
, air susu, dan lainnya yang disebutkan diatas. Kalau air kopi itu bersifat
qayyid (ikatan) yang tetap, sementara kalau air sumur tidak ada qayyiq.
Sebagainya buktinya adalah Apabila seseorang mengambil air sumur, maka yang
terambil hanya airnya saja, tidak mungkin sumurnya terikut, akan tetapi kalau
kita mengambil air kopi, maka pastilah kopinya, airnya, gulanya juga terikut,
karena air kopi bersifat qayyid. itulah perbedaan air muthlaq dengan air yang
tidak muthlaq.
ISTINJA’
Istinja’
adalah menghilangkan sesuatu yang keluar dari salah satu diantara saluran najis
(kemaluan dan dubur). Dengan air dan seumpanyanya, seperti batu dan kertas.
Menggunakan sesuatu yang bukan air, seperti batu dalam beristinja’ sama halnya
seperti menggunakan air dalam beristinja’ dan dapat menyucikannya dengan
sempurna.
Syarat-syarat
beristinja’ dengan batu dan sejenisnya hendaklah dilakukan sebelum kotoran
kering, dan kotoran itu tidak mengenai tempat lain dan tempat keluarnya. Kalau
kotoran sudah kering atau mengenai tempat lain selain dari tempat keluarnya,
maka tidak sah lagi istinja’ dengan batu tetapi wajib dengan air.
والله
أعلم
[1] Makalah ini disampaikan oleh Al-Faqir ilallah Sumitra Nurjaya
pada Majlis Ta’lim ………….. pada tanggal 5 januari 2014 bertepatan tanggal 27
Shafar 1435 H. Yang makalah ini merupakan isi pengajian dari Kitab
Minhajuth-Thalibin karya Al-Imam An-Nawawi beserta Syarahnya
yaitu kitab Tuhfatul Muhtaj Bisyarhi Al-Minhaj karya Syaikhul Islam Ibnu
Hajar Al-Haitami.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar