Kamis, 15 Mei 2014

WUDHU



WUDHU’[1]

فرضه ستة : احدها : نية رفع حدث , اوستباحة مفتقر الى طهر اواداء فرضالوضوء. ومن دام حدثه كمستحاضة كفاه نية الاستباحة ........... ويجب قرنها بأول الوجه ......الخ
            Artinya : “Fardhu wudhu’ ada enam : yang pertama niat mengangkat hadats[2] atau membolehkan sesuatu yang tidak boleh dilakukan kecuali dalam keadaan suci atau melaksanakan fardhu wudhu. Dan barang siapa yang tetap berhadats seperti wanita yang berpenyakit istihadhah memadailah baginya niat pembolehan. ......dan wajib menyertakan di awal wajah”.
            Penjelasan : kata “al-wudhu” berarti menggunakan air pada anggota tubuh tertentu, adapun kata “al-wadhu” berarti air yang telah digunakan untuk berwudhu. Wudhu merupakan salah satu syarat shalat yang paling penting. Wudhu disyariatkan berdasarkan firman Allah Ta’ala:
يأيهاالذين أمنوا اذا قمتم الى الصلاة فغسلواوجوهكم وايديكم الى المرافق وامسحوا برؤسكم وارجلكم الى الكعبين
            Artinya : “ hai orang-orang yang beriman apabila kalian hendak melakukan shalat, maka basulah muka dan tangan kalian sampai dengan siku, dan sapulah kepala kalian dan basuh kaki kalian sampai kedua mata kaki “ (Q.S al-Maidah : 6 ).
            Ayat ini termasuk ayat madaniyah oleh sebab itu wudhu diwajibkan di Madinah, namun menurut asy-Syaikh Arsyad al-Banjary bahwa wudhu diwajibkan ketika di Makkah. Adapun rukun wudhu yang pertama adalah niat.
            Menurut bahasa kata niat adalah al-Qash (sengaja), adapun menurut syara’ niat adalah :
قصد الشيء مقترنا بالفعل
            Artinya : “ menyengaja sesuatu disertai dengan perbuatan “.
            Fungsi niat adalah untuk membedakan suatu perbuatan dengan perbuatan yang lainnya, atau satu ibadah dengan ibadah lainnya. Misalnya seseorang berdiri, jika berniat untuk shalat maka berdirinya itu dinilai sebagai suatu ibadah, namun jika tidak ada niat maka berdirinya tidak dinilai sebagi ibadah. Demikian juga orang yang tidak makan dan tidak minum, jika diniatkan puasa maka ia mendapatkan pahala puasa, namun jika tidak maka ia tidak mendapatkan sesuatu.
            Hukum niat adalah wajib, berdasarkan sabda Nabi saw : “sesungguhnya segala amal perbuatan tergantung pada niat”. Niat merupakan fardhu dalam mensucikan hadats. Akan tetapi menurut pendapat yang shahih, niat tidak wajib ketika menghilangkan najis. Tujuan menghilangkan najis adalah supaya najis itu hilang, hal itu bisa tercapai dengan cara mencuci atau membasuh. Berbeda dengan hadats, karena bersuci dari hadats merupakan suatu bentuk ibadah.
            Berniat mengangkat hadats atau bersuci dari hadats adalah menghilangkan hukum hadats tersebut. Berniat membolehkan sesuatu yang tidak boleh dilakukan kecuali dalam keadaan suci seperti shalat, thawaf dan menyentuh mushaf al-Qur’an. Berniat melaksanakan fardhu wudhu atau menunaikan wudhu. Meskipun yang berniat adalah anak kecil.
            Wanita yang istihadhah cukup berniat dengan niat pembolehan melaksanakan shalat. .............. Hendaklah perempuan yang mengalami istihadhah membasuh kemaluannya sebelum berwudhu, setelah itu hendaklah ia menyumpal kemaluannya dengan kapas kecuali jika ia sedang berpuasa, lalu hendaklah ia menyumpal kemaluannya dengan pembalut yang ditempelkan dicelana dalam. Barulah ia berwudhu pada waktu shalat, wudhu tersebut tidak sah jika dilakukan sebelum masuk waktu shalat, kemudian ia harus menyegerakan shalatnya agar menghindari banyaknya hadats, karena wanita yang beristihadhah akan selalu berhadats (mengeluarkan darah).
            Jika seorang perempuan yang mengalami istihadhah mengakhirkan shalatnya karena sesuatu hal, misalnya untuk menutup aurat atau menunggu shalat berjama’ah, maka hal itu dibolehkan jika tidak merusak penyumpal kemaluan. Akan tetapi jika hal itu merusak, maka menurut pendapat yang shahih, menunggu seperti itu tidak boleh dilakukan karena dapat membatalkan wudhu sehingga wajib baginya untuk mengulangi wudhu, mengganti pembalut yang ditempelkan pada celana dalam.
            Menurut pendapat yang ashah wajib hukumnya bagi seorang wanita yang sedang beristihadhah untuk berwudhu setiap kali melaksanakan shalat fardhu, sebagaimana wajib pula baginya untuk memperbarui pembalut yang dipakai.
            An-Niqa’ adalah berhenti aliran darah haid pada masa pertengahan haid dan masih dikatakan sebagai masa haid, atau hukumnya masih sama dengan haid.
            Jika orang yang berwudhu berniat bersuci untuk shalat atau bersuci untuk ibadah selain shalat yang harus dilakukan dengan berwudhu , seperti “ sengaja aku berniat bersuci untuk melaksanakan shalat/thawaf karena Allah ta’ala” maka niat seperti itu sudah cukup. Kemudian jika seseorang berniat hanya dengan niat wudhu saja, seperti “sengaja aku berniat wudhu karena Allah Ta’ala “ hukumnya sah menurut pendapat yang ashah. Akan tetapi jika orang tersebut berniat untuk bersuci tanpa menyatakan apakah thaharah itu dilakukan untuk menghilangkan hadats atau menghilangkan najis, seperti : “sengaja aku berniat bersuci karena Allah Ta’ala” menurut pendapat yang shahih niat tersebut belum mencukupi. Karena tidak jelas ia bersuci dari Hadats atau najis. Jika orang yang berwudhu berniat untuk menghilangkan hadats dan sekaligus agar shalatnya sah, hal itu di anggap niat yang sempurna.
            Menurut pendapat yang shahih, jika sesoerang berwudhu dan lupa membasuh sebagian kecil anggota yang wajib pada basuhan pertama, kemudian dia membasuhnya pada basuhan kedua atau ketiga, maka hal itu sudah mencukupi baginya.
            Syarat niat dilakukan dengan hati. Maka orang yang berwudhu harus berniat dengan hatinya. Karena niat berarti menyengaja. Dan disyaratkan pula untuk melakukan niat secara beriringan dengan basuhan pertama pada wajah.  Disunnahkan pula untuk mengucapkan niat dengan lisan, hal ini dilakukan untuk membantu hati. Dan disunnahkan pula untuk mengiqrarkan niat pada permulaan wudhu , yaitu ketika ia melakukan sunnah-sunnah wudhu ia berniat melakukan sunnah-sunnah wudhu agar ia mendapatkan pahala sunnah wudhu. Akan tetapi jika ia hanya berniat ketika membasuh wajahnya saja, hal itu sudah mencukupi . akan tetapi dia tidak mendapatkan pahala dari amalan yang telah dikerjakan sebelum mencuci wajah, seperti berkumur, memasukkan air kehidung (isytinsyaq) dan lainnya.
الثاني : غسل وجه , وهو مابين منابت رأسه غالبا ومنتهى لحييه , ومابين أذنيه , فمنه موضع الغمم , وكذا التحذيف .....الخ
            Artinya : “ yang kedua : membasuh wajah, yaitu apa yang tumbuh diantara rambut dikepala akhir jenggotnya dan apa yang diantara dua telinganya maka sebagian dari padanya pinggir kuping dan demikian juga alis.....”
Penjelasan : membasuh wajah adalah rukun zhahir[3] yang pertama dalam wudhu, sebagaimana firman Allah Ta’ala : apabila kamu hendak mengerjakan shalat, maka basuhlah wajahmu “ (Q.S al-Maidah : 6).
            Batasan wajah adalah daerah muka yang terletak antara tempat tumbuhnya rambut kepala (atau dari permulaan bagian depan wajah) hingga bagian bawah dagu (atau bagian akhir wajah) bagi yang berjenggot akhir wajah adalah akhir jenggotnya.
            BERSAMBUNG....

والله اعلم


[1]  Makalah ini disampaikan oleh al-Faqir ilallah Sumitra Nurjaya al-Jawiy pada Majlis Ta’lim Miftahu al-Khair Halaqah Mahasiswa PAI UNIVA Medan pada tanggal 10 Rajab 1435 H bertepatan tanggal 10 Mei 2014 di Masjid Nurul Hidayah Jl Garu II A.
Materi ini merupakan kajian dari kitab :
-         Minhaju al-Thalibin wa ‘Umdatul Muftiin oleh al-Imam Abi Zakariya Yahya bin Syaraf an-Nawawi.
[2] Jelaskan kembali perbedaan hadats dan najis
[3] Jelaskan rukun zhahir dan bathin

Tidak ada komentar:

Posting Komentar