Jumat, 03 Mei 2013

Tauhid

Tauhid.

Alhamdulillahirabbil 'Alamiin was-Shalatu wassalamu 'ala asrafil anbiyai wal mursalin wa 'ala alihi washahbihi ajma'in.

Insya Allah sedikit mengupas permasalahan Tauhid yang bersandarkan pada kitab Tuhfatul muriid karya Al-Imam Ibrahim Al-Bajuri yang dijuluki Syaikhul Azhar.
bermula pembahasan ini dari defenisi tauhid.
Dalam masalah ini hendaknya dibaca berulang-ulang agar kita bisa benar-benar memahaminya.

Tauhid menurut bahasa mengetahui bahwasanya sesuatu itu adalah satu atau menjadikan sesuatu itu satu, misalnya ada lidi berserakan kemudian kita satukan, itu juga dinamakan tauhid, tapi tauhid menurut bahasa. adapun tauhid yang dimaksud disini adalah tauhid menurut Syara'.

tauhid menurut Syara' adalah suatu ilmu mengisbatkan aqidah-aqidah agama diusahakan dengan dalil-dalil secara yaqin. maksud nya dalam tauhid itu harus benar-benar yaqin 100%, dan keyakinan itu harus didasari oleh dalil, misalnya yaqin kita Allah itu wujud, yakin kita Allah Qidam, yakin kita Allah itu Baqa' maka wajib bagi kita mengetahui dalil-dalilnya, jadi didalam tauhid tidak ada waham (20% yakinnya dan taunya tentang tauhid), tidak ada Syak ( taunya itu tentang tauhid cuma 50%), dan Dzan ( taunya tentang tauhid hanya 70 %), jadi dalam tauhid tidak diterima waham, tidak diterima Syak, tidak diterima Dzan, dalam tauhid wajid yakin 100% besreta tau dalil-dalinya.  contoh : seseorang yang meyakini Allah Maha kuasa, namun yakinnya cuma 99%, maka orang tersbut masih dianggap kafir.

Jadi Tauhid menurut syara' yaitu mengesakan yang disembah dalam ibadah, maksudnya Allah esa pada Dzat, Allah esa  pada sifat, dan Allah esa  pada Af'al.
penjelasan : Esa pada Dzat maksudnya ada dua :
a).  Tidak ada yang menyerupai Dzat Allah, hanya Allah lah yang mengetahui hakikat Dzatnya, sejauh apapun seseorang mempelajari Tauhid ia tidak akan mampu menemukan Dzat Allah, tapi wajib di imani bahwa Allah itu ada.
b). Dzat Allah ta'ala tidak tersusun dari jujum (atau Dzat Allah tidak tersusun dari bagian-bagian), jadi Dzat ALlah tidak bertulang, Dzat Allah tidak mempunyai darah, dan lain sebagainya. jadi bagaimana dzat Allah itu? Wallahu A'lam hanya Allah lah yang tau hakikat Dzatnya. kalau manusia nampak dzatnya terbagi juga kepada jujum-jujum, tapi Dzat Allah itu tidak nampak dan tidak terbagi pada jujum-jujum, maka Dzat Allah jangan difikir-fikir, cukup di imani saja, barangsiapa yang menyamakan Allah dengan makhluk, maka kafir hukumnya. ini lah kesepakatan ahlussunnah waljama'ah.

yang dimaksud Esa pada sifat yaitu tidak ada satu sifatpun yang menyerupai sifat Allah, contoh Allah memiliki sifat bashir (Maha melihat), manusia juga bisa melihat, tapi melihatnya Allah Ta'ala berbeda dengan melihatnya manusia, melihat pada manusia itu merupakan suatu kekuatan yang berada pada satu tempat,yaitu mata, kemudian melihatnya manusia itu mempunyai syarat, syaratnya harus ada cahaya, dan melihat pada manusia itu terbatas, manusia tidak bisa melihat sesuatu yang ada dibelakangnya. sedangkan Allah ta'ala melihat tidak membutuhkan Syarat,maupun gelap mau terang sama saja bagi Allah ta'ala dan penglihatan Allah tidak terbatas, mau jauh mau dekat sama saja bagi Allah ta'ala. dan jangan kita bayangkan bahwa Allah ta'ala melihat itu dengan mata sama seperti kita, jadi ALlah melihat tidak pakai mata, Allah mendengar tidak pakai telinga, jadi bagaimana melihatnya dan mendengarnya Allah?
Wallahu A'lam, hanya Allah yang Maha mengetahui hakikat melihat pada diri Nya, dan mendengar pada diri Nya, kita hanya cukup mengimaninya saja.

yang dimaksud Allah Esa pada Af'al Nya (perbuatan Nya) yaitu :
a). Tidak ada perbuatan selain perbuatan Allah, jadi segala perbuatan itu adalah perbuatan Allah, contoh kita shalat, shalatnya kita itu adalah perbuatan Allah, namun manusia yang mengusahakannya. atau contoh yang lain, kalau ditanya orang, apa yang buat kamu kenyang? yang buat aku kenyang hakikatnya adalah Allah, namun usahanya adalah dengan makanan. atau contoh lain lagi, siapa yang memasak Nasi ini? hakikatnya yang memasak Nasi itu adalah Allah, namun yang mengusahakannya adalah kita. jadi kalau ditanya orang seperti itu kita jawab seperti biasa saja, siapa yang masak nasi ini? kita jawab saya, tapi didalam hati meyakini bahwa itu adalah perbuatan Allah.
b). Tidak ada yang membantu Allah dalam menciptakan sesuatu. jadi dalam menciptakan 'alam ini (maksud kata 'alam adalah segala sesuatu selain Allah disebut 'Alam), jadi dalam menciptakan alam ini tidak ada satu makhlukpun yang membantu Allah ta'ala. kemudian dalam emnciptakan apa saja sama saja bagi Allah, menciptakan sebutir pasir dan menciptakan gunung sama saja bagi Allah,dan mengangkat sebutir pasir dengan mengangkat gunung sama saja bagi Allah, berbeda dengan manusia. manusia mengankat sesuatu ada ringan ada berat, tapi tidak begitu bagi ALlah, semuanya sama. jadi tidak ada bagi Allah itu sulit dan mudah, tidak ada bagi Allah itu berat atau ringan, tidak ada bagi Allah itu besar atau kecil, semuanya sama saja bagi Allah Ta'ala....

Jadi itulah yang dimaksud Esa pada Dzat, pada sifat dan Af'al.

setiap orang wajib mengimaninya, karena inilah i'tikad ahlussunah waljama'ah.
Semoga dengan kajian yang singkat ini, bertambahlah nilai tauhid kita.
Insya Allah dilain waktu kita sambung lagi, dengan kitab yang sama, yang merupakan lanjutan dari pembahasan ini.

Wallahu A'lam

Tidak ada komentar:

Posting Komentar