SHALAT SUNNAT RAWATIB
Alhamdulillahirrabbil ‘Alamin, Wash shalatu Wassalamu ‘Ala
Asyrafil Anbiyaa’i Wal Mursalin Wa A’la Alihi Washahbihi Ajma’in.
Shalat
sunnat rawatib ada orang yang mengerjakannya 2 raka’at dan ada yang 4 raka’at,
banyak dari pada kita yang awwam bingung mengenai permasalahan ini, Insya Allah
akan sedikit saya bahas mengenai Shalat sunnat Rawatib. Adapun tulisan ini saya
nukil dari beberapa kitab yang berMadzhab Syafi’I, berhubung saya sendiri dan
orang-orang Muslim di Indonesia pada umumnya berMadzhab Syafi’I,maka kitab yang
saya pakai adalah kitab yang ber Madzhab Syafi’I, kitab-kitab tersebut
diantaranya yaitu :
·
Fathul
Mu’in yang ditulis oleh Asy-Syaikh Zainuddin bin Abdul Aziz Al-Malibary.
·
Syarah
dari fathul Mu’in yaitu I’anatut Thalibin yang di tulis oleh Asy-Syaikh Said
Al-Bakry bin Said Muhammad Syatha Ad-Dimyati Al-Mishri.
·
Hasyiah
Al-Bajuri yang ditulis oleh Al-Imam Ibrahim Al-Bajuri
Dari Ummu Habibah bahwa Rasulullah SAW bersabda :
“ Tidak ada seorang Muslim yang shalat semata-mata karena Allah
pada setiap hari 12 raka’at selain dari shalat Fardhu melainkan Allah akan
membangunkan untuknya sebuah rumah disurga “ (H.R Muslim dan Abu Daud).
“Pada Hadits Ibnu Umar disebutkan yang dua belas raka’at itu adalah
sebagai berikut : 2 raka’at sebelum Dzuhur, 2 raka’at sesudah dzuhur, 2 raka’at
setelah magrib, 2 raka’at setelah isya, dan 2 raka’at sebelum subuh” (H.R
Bukhari Muslim).
Ini jumlahnya masih sepuluh sementara Nabi menyebutkannya ada dua
belas, kemana yang dua lagi?
Menurut Hadits Imam Muslim ditambah dua raka’at sesudah Jum’at,
maka lengkaplah menjadi 12 raka’at sesuai Hadits dari Ummu Habibah yang
diriwayatkan oleh Imam Muslim dan Imam Abu Daud. Shalat-shalat yang disebutkan
didalam Hadits di atas itulah shalat sunnat Rawatib yang hukumnya sunnah
muakkad.
Lantas kita bertanya-tanya, kita pada umumnya sudah terbiasa
mengerjakan shalat dua raka’at sebelum Ashar, tapi mengapa 2 raka’at sebelum
Ashar tidak disebutkan didalam Hadits tersebut?
Jawab : Memang ada Hadits yang diriwayatkan oleh Imam Abu Daud
bahwa Nabi SAW mengerjakan shalat dua raka’at sebelum shalat Ashar, namun
Hadits ini adalah Hadits Dha’if.
Adapun Hadits-Hadits mengenai shalat sunnat Rawatib yang 4 raka’at
di antaranya :
Dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah SAW bersabda : “ siapa yang
shalat 4 raka’at setelah tergelincir matahari, dibaguskannya bacaannya,
ruku’nya, dan sujudnya, maka akan bershalawat tujuh puluh ribu malaikat kepadanya. Mereka memohon
ampunan sampai malam.” (H.R Abu Ayyub Al-Anshari).
Dalam Hadits yang lain :
“ Siapa yang shalat sebelum dzuhur 4 raka’at adalah dia seperti
memerdekakan budak (H.R Thabrani).
Dalam Hadits yang lain juga disebutkan :
“ Siapa yang shalat sebelum Ashar 4 raka’at maka Allah akan
mengharamkan dia atas api neraka (H.R Thabrani).
Jadi dapat disimpulkan bahwa :
Shalat Rawatib yang Hukumnya Sunnat Muakkad yaitu ;
1.
2
kara’at sebelum dzuhur.
2.
2
raka’at sesudah dzuhur.
3.
2
raka’at setelah Magrib.
4.
2
raka’at raka’at setelah Isya.
5.
2
raka’at sebelum subuh.
6.
2
raka’ar sesudah Jum’at.
Sementara Shalat Rawatib yang hukumnya Sunnat Ghairu Muakkad
(sunnat yang tidak dikuatkan) yaitu :
1.
2
raka’at sebelum dzuhur, maksudnya yaitu biasa orang mengerjakannya 2 raka’at
namun apabila kita mengerjakannya 4 raka’at, maka tambahan yang dua raka’atnya
itu lah yang sunnat Ghairu Muakkad.
2.
2
raka’at sesudah dzuhur, maksudnya yaitu biasa orang mengerjakannya 2 raka’at,
namun apabila kita mengerkannya 4 raka’at, maka tambahan yang dua raka’atnya
itulah yang sunnat Ghairu Muakkad.
3.
2
raka’at sebelum magrib.
4.
2
raka’at sebelum isya.
Walaupun dia hukumnya Sunnat Ghairu Muakkad bukan berarti kita
tinggalkan atau tidak kita kerjakan, yang sunnat Muakkad kerjakan, yang sunnat
Ghairu Muakkad kerjakan juga, karena yang hukumnya sunnat Ghairu Muakkad itupun
ada Haditsnya, walaupun Haditsnya Dha’if. Kalau saya pribadi saya amalkan
semuanya, karena jika saya amalkan semua berarti saya telah mengamalkan semua
Hadits Nabi SAW, namun jika kita hanya mengamalkan yang sunnat Muakkad saja,
berarti kiya meninggalkan sebagian Hadits Nabi SAW, itu semua kembali kepada
pribadi masing-masing, di amalkan semua lebih bagus, hanya mengamalkan yang
sunnat muakkad saja yang ghairu muakkad dia tidak mau itu pun bagus, yang tak
bagus orang yang tak mau shalat.
Timbul pertanyaan, mengapa shalat sunnat Ba’diyah subuh dan Ashar
ditiadakan, dan apa hukumnya kalau dikerjakan?
Jawab : Tidak disyariatkan sunnat Rawatib sesudah Shalat Fardhu
Ashar dan Subuh, dan Makruh Tahrim orang yang mengerjakannya. Dalam Fiqih ada
disebut Makhruh Tahrim dan makhruh Tanzih, apa pengertiannya? Didalam Kitab
Hasyiah Al-Bajuri dikatakan bahwa yang dimaksud dengan Makhruh Tahrim adalah
Makhruh yang mengakibatkan dosa, sedangkan Makrhuh Tanzih adalah Makruh yang
tidak menyebabkan dosa, jadi orang yang shalat sesudah Fardhu Ashar dan Subuh
tanpa sebab maka hukumnya Makhruh Tahrim yang pelakunya dikenai dosa.
Namun kalau shalat yang mempunyai sebab, baik itu sebabnya
mutaqaddim (terdahulu) atau sebabnya itu Muqarrin (berbarengan) maka tidaklah
makruh mengerjakan shalat-shalat tersebut sesudah shalat Ashar dan sesudah
shalat Subuh. Yang dimaksud dengan Shalat yang memiliki sebab Mutaqaddim
(terdahulu) seperti shalat Qadha fardhu dan Shalat Qadha sunnat, didalam
Madzhab Syafi’I seseorang yang meninggalkan shalat dengan sebab uzur atau
sengaja wajib mengqadha shalatnya, MengQadha Shalat Wajib hukumnya Wajib,
mengQadha shalat sunnat hukumnya sunnat, jadi orang yang mengQadha shalat Wajib
maupun sunnat setelah Shalat Ashar ataupun Subuh boleh hukumnya.
Sementara yang
dimaksud dengan shalat yang mempunyai sebab Muqarin seperti shalat Gerhana dan
istisqa (minta hujan) boleh di kerjakan setelah shalat Ashar maupun Subuh.
Misalnya setelah shalat Ashar itu terjadi gerhana Matahari , maka boleh kita
shalat Gerhana tersebut.
Wallahu Subhanahu Wata’ala A’lam
Jika ada yang kurang jelas dan ada yang ingin di tanyakan silahkan
berikan komentar, atau inbox di Fb saya yang bernama Abdullah Al-Qurthubi
Az-Zuhaily Al-Maturidi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar