WUDHU’[1]
فرضه ستة : احدها : نية رفع حدث ,
اوستباحة مفتقر الى طهر اواداء فرضالوضوء. ومن دام حدثه كمستحاضة كفاه نية
الاستباحة ........... ويجب قرنها بأول الوجه ......الخ
Artinya : “Fardhu wudhu’ ada enam :
yang pertama niat mengangkat hadats[2]
atau membolehkan sesuatu yang tidak boleh dilakukan kecuali dalam keadaan suci
atau melaksanakan fardhu wudhu. Dan barang siapa yang tetap berhadats seperti
wanita yang berpenyakit istihadhah memadailah baginya niat pembolehan.
......dan wajib menyertakan di awal wajah”.
Penjelasan : kata “al-wudhu”
berarti menggunakan air pada anggota tubuh tertentu, adapun kata “al-wadhu”
berarti air yang telah digunakan untuk berwudhu. Wudhu merupakan salah satu
syarat shalat yang paling penting. Wudhu disyariatkan berdasarkan firman Allah
Ta’ala:
يأيهاالذين أمنوا اذا قمتم الى الصلاة فغسلواوجوهكم وايديكم الى المرافق وامسحوا
برؤسكم وارجلكم الى الكعبين
Artinya : “ hai orang-orang yang
beriman apabila kalian hendak melakukan shalat, maka basulah muka dan tangan
kalian sampai dengan siku, dan sapulah kepala kalian dan basuh kaki kalian
sampai kedua mata kaki “ (Q.S al-Maidah : 6 ).
Ayat ini termasuk ayat madaniyah
oleh sebab itu wudhu diwajibkan di Madinah, namun menurut asy-Syaikh Arsyad
al-Banjary bahwa wudhu diwajibkan ketika di Makkah. Adapun rukun wudhu yang
pertama adalah niat.
Menurut bahasa kata niat adalah
al-Qash (sengaja), adapun menurut syara’ niat adalah :
قصد الشيء مقترنا بالفعل
Artinya : “ menyengaja sesuatu
disertai dengan perbuatan “.
Fungsi niat adalah untuk membedakan
suatu perbuatan dengan perbuatan yang lainnya, atau satu ibadah dengan ibadah
lainnya. Misalnya seseorang berdiri, jika berniat untuk shalat maka berdirinya
itu dinilai sebagai suatu ibadah, namun jika tidak ada niat maka berdirinya
tidak dinilai sebagi ibadah. Demikian juga orang yang tidak makan dan tidak
minum, jika diniatkan puasa maka ia mendapatkan pahala puasa, namun jika tidak
maka ia tidak mendapatkan sesuatu.
Hukum niat adalah wajib, berdasarkan
sabda Nabi saw : “sesungguhnya segala amal perbuatan tergantung pada niat”.
Niat merupakan fardhu dalam mensucikan hadats. Akan tetapi menurut pendapat
yang shahih, niat tidak wajib ketika menghilangkan najis. Tujuan menghilangkan
najis adalah supaya najis itu hilang, hal itu bisa tercapai dengan cara mencuci
atau membasuh. Berbeda dengan hadats, karena bersuci dari hadats merupakan
suatu bentuk ibadah.
Berniat mengangkat hadats atau
bersuci dari hadats adalah menghilangkan hukum hadats tersebut. Berniat
membolehkan sesuatu yang tidak boleh dilakukan kecuali dalam keadaan suci seperti
shalat, thawaf dan menyentuh mushaf al-Qur’an. Berniat melaksanakan fardhu
wudhu atau menunaikan wudhu. Meskipun yang berniat adalah anak kecil.
Wanita yang istihadhah cukup
berniat dengan niat pembolehan melaksanakan shalat. ..............
Hendaklah perempuan yang mengalami istihadhah membasuh kemaluannya sebelum berwudhu,
setelah itu hendaklah ia menyumpal kemaluannya dengan kapas kecuali jika ia
sedang berpuasa, lalu hendaklah ia menyumpal kemaluannya dengan pembalut yang
ditempelkan dicelana dalam. Barulah ia berwudhu pada waktu shalat, wudhu
tersebut tidak sah jika dilakukan sebelum masuk waktu shalat, kemudian ia harus
menyegerakan shalatnya agar menghindari banyaknya hadats, karena wanita yang
beristihadhah akan selalu berhadats (mengeluarkan darah).
Jika seorang perempuan yang
mengalami istihadhah mengakhirkan shalatnya karena sesuatu hal, misalnya untuk
menutup aurat atau menunggu shalat berjama’ah, maka hal itu dibolehkan jika
tidak merusak penyumpal kemaluan. Akan tetapi jika hal itu merusak, maka
menurut pendapat yang shahih, menunggu seperti itu tidak boleh dilakukan karena
dapat membatalkan wudhu sehingga wajib baginya untuk mengulangi wudhu,
mengganti pembalut yang ditempelkan pada celana dalam.
Menurut pendapat yang ashah wajib
hukumnya bagi seorang wanita yang sedang beristihadhah untuk berwudhu setiap
kali melaksanakan shalat fardhu, sebagaimana wajib pula baginya untuk
memperbarui pembalut yang dipakai.
An-Niqa’ adalah berhenti
aliran darah haid pada masa pertengahan haid dan masih dikatakan sebagai masa
haid, atau hukumnya masih sama dengan haid.
Jika orang yang berwudhu berniat
bersuci untuk shalat atau bersuci untuk ibadah selain shalat yang harus
dilakukan dengan berwudhu , seperti “ sengaja aku berniat bersuci untuk
melaksanakan shalat/thawaf karena Allah ta’ala” maka niat seperti itu sudah cukup.
Kemudian jika seseorang berniat hanya dengan niat wudhu saja, seperti “sengaja
aku berniat wudhu karena Allah Ta’ala “ hukumnya sah menurut pendapat yang
ashah. Akan tetapi jika orang tersebut berniat untuk bersuci tanpa menyatakan
apakah thaharah itu dilakukan untuk menghilangkan hadats atau menghilangkan
najis, seperti : “sengaja aku berniat bersuci karena Allah Ta’ala” menurut
pendapat yang shahih niat tersebut belum mencukupi. Karena tidak jelas ia
bersuci dari Hadats atau najis. Jika orang yang berwudhu berniat untuk
menghilangkan hadats dan sekaligus agar shalatnya sah, hal itu di anggap niat
yang sempurna.
Menurut pendapat yang shahih, jika
sesoerang berwudhu dan lupa membasuh sebagian kecil anggota yang wajib pada
basuhan pertama, kemudian dia membasuhnya pada basuhan kedua atau ketiga, maka
hal itu sudah mencukupi baginya.
Syarat niat dilakukan dengan hati.
Maka orang yang berwudhu harus berniat dengan hatinya. Karena niat berarti
menyengaja. Dan disyaratkan pula untuk melakukan niat secara beriringan dengan
basuhan pertama pada wajah. Disunnahkan
pula untuk mengucapkan niat dengan lisan, hal ini dilakukan untuk membantu
hati. Dan disunnahkan pula untuk mengiqrarkan niat pada permulaan wudhu , yaitu
ketika ia melakukan sunnah-sunnah wudhu ia berniat melakukan sunnah-sunnah
wudhu agar ia mendapatkan pahala sunnah wudhu. Akan tetapi jika ia hanya
berniat ketika membasuh wajahnya saja, hal itu sudah mencukupi . akan tetapi
dia tidak mendapatkan pahala dari amalan yang telah dikerjakan sebelum mencuci
wajah, seperti berkumur, memasukkan air kehidung (isytinsyaq) dan lainnya.
الثاني
: غسل وجه , وهو مابين منابت رأسه غالبا ومنتهى لحييه , ومابين أذنيه , فمنه موضع
الغمم , وكذا التحذيف .....الخ
Artinya : “ yang kedua : membasuh
wajah, yaitu apa yang tumbuh diantara rambut dikepala akhir jenggotnya dan apa
yang diantara dua telinganya maka sebagian dari padanya pinggir kuping dan
demikian juga alis.....”
Penjelasan
:
membasuh wajah adalah rukun zhahir[3]
yang pertama dalam wudhu, sebagaimana firman Allah Ta’ala : apabila kamu hendak
mengerjakan shalat, maka basuhlah wajahmu “ (Q.S al-Maidah : 6).
Batasan wajah adalah daerah muka
yang terletak antara tempat tumbuhnya rambut kepala (atau dari permulaan bagian
depan wajah) hingga bagian bawah dagu (atau bagian akhir wajah) bagi yang
berjenggot akhir wajah adalah akhir jenggotnya.
BERSAMBUNG....
والله اعلم
[1]
Makalah
ini disampaikan oleh al-Faqir ilallah Sumitra Nurjaya al-Jawiy pada Majlis
Ta’lim Miftahu al-Khair Halaqah Mahasiswa PAI UNIVA Medan pada tanggal 10 Rajab
1435 H bertepatan tanggal 10 Mei 2014 di Masjid Nurul Hidayah Jl Garu II A.
Materi ini merupakan kajian dari kitab :
-
Minhaju al-Thalibin wa ‘Umdatul Muftiin oleh al-Imam Abi Zakariya
Yahya bin Syaraf an-Nawawi.
[2]
Jelaskan kembali
perbedaan hadats dan najis
[3]
Jelaskan rukun zhahir
dan bathin
Tidak ada komentar:
Posting Komentar