SAMBUNGAN BAB WUDHU[1]
Disebutkan
didalam Kitab Minhajut-Thalibin bahwa al-Imam an-Nawawi berkata :
الثالث غسل يديه مع مرفقيه فان
قطع بعضه وجب غسل ما بقى اومن مرفقيه فراس عظم العضد على المشهور اوفوقوه ندب باقى
عضده
Artinya : “ yang ketiga membasuh dua
tangannya bersamaan dua sikunya, jika puntung tangannya maka tetap wajib
membasuh apa yang tinggal atau dari dua sikunya maka kepala tulang lengannya
atas pendapat yang masyhur, atau diatasnya maka disunnahkan membasuh bagian
tubuh dari siku hingga bahu”.
Penjelasan :
pembasuhan pada bagian ini juga mencakup kedua telapak tangan dan kedua lengan.
Dasarnya adalah firman Allah SWT :
وايديكم
الى المرافق
Artinya
: “ dari tangan kalian juga kedua siku” (Q.S al-Maidah : 6).
Dalam membasuh tangan, hendaklah
mencakup kedua siku atau daerah sekitar itu jika tidak memiliki siku tangan.
Hal ini berdasarkan Hadits yang diriwayat Muslim dari Abu Hurairah r.a ketika
menerangkan sifat wudhu Nabi saw bahwa Nabi saw berwudhu, kemudian membasuh
wajahnya, lalu menyempurnakan basuhannya, kemudian beliau membasuh tangan kanan
hingga hampir mencapai bahu, kemudian membasuh tangan kirinya hingga hampir
mencapai bahunya.
Hukum mengalirkan air pada rambut da
kulit tangan adalah wajib. Jika terdapat kotoran yang berada dibawah kuku-kuku
yang mencegah masuknya air pada kulit maka wudhunya tidak sah dan shalatnya
batal. Jika seseorang memiliki jari tambahan atau daging tumbuh dia tetap wajib
mencuci jari tambahan atau daging tumbuh itu. Jika sebagaian anggota tangan
yang wajib dibasuh terputus (puntung), wajib membasuh anggota tubuh yang masih
tersisa. Menurut pendapat yang Masyhur jika sebagian siku terputus, tulang
lengan hilang dan yang tersisa adalah dua tulang yang biasa disebut dengan
ujung lengan, maka hukum membasuhnya wajib karena bagian tersebut masih
termasuk siku tangan. Hal ini juga menunjukkan bahwa bagian tersebut merupakan
dua tulang majemuk, dan tonjolan tulang yang masuk diantara keduanya bukan tonjolan
tulang tunggal.
Jika sebagian tangan terletak diatas
siku terputus, maka disunnahkan membasuh ‘adhud (bagian tubuh dari siku hingga
bahu) yang tersisa, dengan tujuan agar ‘adhuh tetap disucikan dan memperpanjang
tahjil (membasuh anggota yang tidak wajib dibasuh, sebagaimana halnya pada
tangan yang normal.
الرابع
مسمى مسح لبشرة رأسه او شعر في حده والأصح جواج غسله ووضع اليد بلا مد
Artinya
: “ ke-empat menyapu kulit kepalanya atau rambutnya pada batasnya, dan pendapat
yang ashah boleh membasuhnya dan meletakkan tangan tanpa memanjangkannya”
Penjelasan : yang dimaksud
dengan “mengusap sebagian kepala” adalah mengusap kulit kepala atau rambut yang
tumbuh dikepala, meskipun hanya satu helai rambut. Namun hendaklah dijaga agar
rambut yang diusap bukan rambut yang memanjang keluar dari daerah kepala.
Sebab, jika rambut yang diusap sudah keluar dari batasan kepala, maka usapan
itu dianggap belum cukup. Sebagaimana halnya jika rambut yang diusap itu adalah
rambut keriting yang jika diuraikan akan keluar dari batasan kepala, maka
mengusapnya dianggap belum cukup. Muslim meriwayatkan bahwa Nabi saw mengusap
ubun-ubun dan penutup kepala beliau. Usapan sudah dianggap cukup jika dilakukan
pada sebagian dari daerah kepala yang telah disebutkan diatas, karena hal itu
sudah mencakup pengertian mengusap.
Menurut pendapat yang ashah membasuh
kepala juga diperbolehkan, karena sebenarnya membasuh kepala adalah mengusap
kepala dengan tambahan basuhan. Hal itu sudah dianggap cukup bagi orang yang
berwudhu, bahkan tindakan membasuh itulah yang lebih utama. Diperbolehkan juga
mengusap dengan cara meletakkan tangan yang sudah dibasahi air diatas kepala
dengan tanpa meratakannya keseluruh daerah kepala, akrena itu sudah sesuai
dengan tujuan mengusap kepala yaitu membasahi kepala.
الخامس غسل رجليه مع كعبيه
Artinya
: “ membasuh dua kakinya bersamaan dengan mata kakinya “.
Penjelasan : membasuh kedua
kaki dalam berwudhu harus dilakukan sampai mata kaki . Yang dimaksud dengan dua
mata kaki adalah dua buah tulang yang menonjol pada sendi pertemuan antara
betis dan telapak kaki. Setiap kaki biasanya mempunyai dua mata kaki, dan kedua
mata kaki itulah yang harus dibasuh beserta beserta sela-sela jari kaki dan
bagian tambahan lain (daging tumbuh) jika memang ada, sebagaimana halnya
membasuh kedua tangan. Jika sebagian telapak kaki terputus , maka bagian yang
lain yang masih tersisa tetap wajib dibasuh. Tetapi jika bagian terputus berada
diatas mata kaki, maka tidaklah wajib untuk membasuh bagian tersisa itu dan
hanya disunnahkan membasuh yang tersisa.
السادس ترتيتبه هكذا
Artinya : “ tertib “
Penjelasan : tertib
(mengurutkan basuhan anggota wudhu, meskipun bersifat kira-kira. Mengurutkan
basuhan anggota wudhu hukumnya wajib karena Nabi saw berwudhu dengan berurutan.
Jika orang yang berwudhu membasuh anggota wudhu yang seharusnya dilakukan
kemudian, maka basuhannya tidak dianggap sebagai wudhu.
Adapun yang dimaksud dengan
“kira-kira” adalah seperti orang berwudhu dengan cara merendam seluruh tubuhnya
didalam air (menyelam). Wudhu orang tersebut tetap dianggap sah, meskipun tidak
memungkinkan baginya untuk melakukan urutan –urutan wudhu, atau lupa membasuh
anggota tubuh yang sebenarnya bukan anggota wudhu.
SUNNAH-SUNNAH
WUDHU’
1. Mengucapkan
basamalah sebelum berwudhu
Hukum
mengucapkan basmalah sebelum berwudhu sunnat muakkad. Tetapi Imam Ahmad
berpendapat bahwa hukum membaca basmalah sebelum berwudhu adalah wajib. Jika
seseorang lupa mengucapkan basmalah di awal wudhu, maka disunnahkan baginya
mengucapkan basmalah ketika dia ingat sebagaimana halnya sunnah membaca
basmalah ketika hendak makan.
Sunnah
juga membaca ta’awwudz (A’udzubillahiminasy-syaitha nirrajim) sebelum berwudhu
dan menambah dengan doa “ alhamdulillahilladzi ja’ala ma’a thahuran (segala
puji bagi Allah yang telah menjadikan air dalam keadaan suci).
2. Membasuh
kedua telapak tangan sebelum memasukkannya ke dalam wadah air dan sebelum
membasuh muka.
3.
Bersiwak
(gosok gigi), menurut pendapat yang ashah tidak sunnah bersiwak dengan
menggunakan jari-jari karena jari bukan termasuk siwak.
Disunnahkan
bersiwak ketika hendak shalat, walau shalat sunnah atau karena aroma mulut yang
tidak sedap yang disebabkan oleh tidur, makan, lapar, diam yang lama, banyak
bicara, atau sebagainya.
Sunnah
muakkad pula hukumnya bersiwak ketika hendak membaca al-Qur’an, membaca hadits
atau ilmu-ilmu syariat, hendak berdzikir kepada Allah, hendak tidur atau bangun
tidur, hendak masuk rumah, ketika sakaratul maut, karena siwak membantu
keluarnya ruh secara mudah dan ringan, ketika hendak sahur, hendak makan,
setelah selesai shalat witir, sebelum tergelincir matahari bagi orang yang
berpuasa.
4.
Madhmadhah
(berkumur-kumur)
5.
Istinsyaq
(menghirup air dengan hidung lalu menyemburkannya)
6.
Mengusap air
kekepala hingga merata.
7.
Mengusap
kedua telinga
8.
Menyela-nyela
jenggot yang tebal, jari-jari tangan dan kaki.
9.
Mendahulukan
anggota tubuh yang kanan atas anggota tubuh yang kiri.
Tidak
disunnahkan membasuh secara bersamaan, seperti membasuh kedua tangan dan kedua
kaki yaitu ketika membasuh kedua tangan dan kaki didahulukan yang kanan dari
yang kiri. Dan sunnah membasuh dua anggota secara bersamaan seperti membasuh
telinga, kedua pipi, dan kedua telapak tangan. Dalam hal ini tidak sunnah
mendahulukan anggota kanan kecuali jika salah satu anggota tidak ada.
10. Menyempurnakan
al-ghurrah (batas-batas anggota muka yang dianjurkan dibasuh) dan at-Tahjil
(batas-batas anggota kedua tangan dan kedua kaki yang dianjurkan untuk dibasuh)
Menyempurnakan
al-Ghurrah adalah membasuh muka melebihi dari batas-batas yang telah diwajibkan
dari semua sisi yaitu dimulai dari leher sampai bagian muka atas. Demikian juga
menyempurnakan at-Tahjil yaitu membasuh tangan melebihi batas-batas yang telah
diwajibkan, yaitu membasuh dari telapak tangan sampai kedua lengan dan membasuh
kedua kaki sampai kedua betis.
11. Menghadap
kiblat
12. Berdoa
setelah berwudhu
والله اعلم
[1]
Makalah ini disampaikan
oleh al-Faqir ilallah Sumitra Nurjaya al-Jawiy pada Majlis Ta’lim Miftahu al-Khair Halaqah Mahasiswa PAI UNIVA Medan
pada tanggal 14 Rajab 1435 H bertepatan tanggal 14 Mei 2014 di Masjid Nurul
Hidayah Jl Garu II A.
Materi ini merupakan kajian dari kitab :
-
Minhaju al-Thalibin wa ‘Umdatul Muftiin oleh al-Imam Abi Zakariya
Yahya bin Syaraf an-Nawawi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar