PENUNDAAN TERKABULNYA DOA[1]
Al-Imam Ibnu
ath-Thaillah telah berkata :
لايكن تاخر امد العطاء مع الأ
لحاج في الدعاء موجبا ليأسك فهو ضمن لك الأجابة فيما يختاره لك لافيما تختار لنفسك
وفي الوقت الذى يريد لافي الوقت الذى تريد
Artinya : “ belum terkabulnya doa
mu, setelah berusaha berulang-ulang berdoa penuh harapan, jangan sampai
berputus asa, karena belum terkabulnya doa kita. Sebab Allah Ta’ala telah
memberikan jaminan diterimanya doa setiap hamba Allah, menurut pilhan dan
ketentuan Allah sendiri, bukan atas pilihan dan kemauan kita, atau menurut
waktu yang dikehendaki oleh kita, akan tetapi Allah Ta’ala telah menetapkan
kapan dan di saat apa doa seorang diterima oleh-Nya “.
Berdoa kepada Allah Ta’ala tidak
cukup hanya sekali, tetapi harus berkali-kali. Kita boleh saja merajuk dalam
doa, boleh berkeluh kesah kepada Allah atas derita-derita kita, boleh pula
menyampaikan rasa senang dan gembira dnegan penuh syukur atas semua yang telah
dikabulkan Allah Ta’ala.
Syarat diterimanya doa adalah
apabila dilaksanakan dengan penuh harapan dan tidak berputus asa. Karena jelas
tidak semua permohonan yang disampaikan kepada Allah Ta’ala itu langsung
dikabulkan. Tidak cepatnya suatu doa itu dikabulkan oleh Allah Ta’ala bukan
berarti Allah menolak doa hamba-Nya. Karena Allah sendiri telah memberikan
jaminan bahwasanya setiap doa akan diterima. Sebagaimana firman-Nya dalam Q.S
al-Baqarah :
ادعوني أستجب لكم
Artinya : “Berdoalah kepada-Ku,
niscaya akan Kuperkenankan bagimu.” (QS. Ghafir: 60).
Allah Ta’ala adalah Rab yang Maha Mengetahui akan kondisi
hamba-hambaNya, kapan dan bila mana Allah mengabulka doa si hamba. Namun
terkabul-Nya doa tidaklah terikat dengan kemauan si hamba akan tetapi terikat
dengan kehendak dan rencana Allah SWT.
Dari Jabir r.a , bahwasanya Nabi
Muhammad saw bersabda :
Artinya : “ Tiada seorang hamba yang
meminta dnegan suatu permohonan, melainkan Allah akan memberi apa yang ia
minta, jika ia menahan diri dari perbuatan maksiat, Allah Ta’ala akan
menyelamatkannya dari bahaya, atau diampuni dosa-dosanya. Selama seorang hamba
tidak berdoa kepada perbuatan yang mendekatkan diri kepada dosa, atau berdoa
agar terputus dari persaudaraan dengan karib kerabatnya “.
Syarat diterimanya doa :
1. Berdoa
dengan sepenuh hati dan bersifat tulus.
2. Bersih
dari dosa-dosa yang menghambat lancarnya doa
3. Memulai
doa dengan hamdalah dan di tutup dengan membaca kalimat “ Subhana
Rabbika Rabbil Izzati amma Yasifun....dst.
4. Penuh
harap agar doanya dikabulkan oleh Allah Ta’ala.
5. Tidak
tergesa-gesa mengucapkan kalimat doa
6. Menanti
dengan sabar, sehingga Allah mengabulkan doanya.
Kapan doa seorang hamba dikabulkan
oleh Allah Ta’ala? Suatu doa yang telah di panjatkan kepada Allah SWT dengan
jaminan bahwasanya setiap doa hamba yang mukmin pasti akan diterima oleh Allah
Ta’ala, setiap doa yang dipanjatkan akan dikabulkan oleh Allah SWT dalam waktu
yang telah ditetapkan, atau Allah menunda mengabulkan doa seorang hamba, akan
tetapi diperkenankan (dikabulkan) di waktu lain. Apabila doa seorang hamba
belum dikabulkan dimasa hidupnya, maka doa itu akan dipetik hasilnya di alam
akhirat atau menjadi sebab diampuninya dosa-dosa seorang hamba.
Berdoalah karena doa adalah perisai
yang memberi dorongan bagi seorang hamba, disaat ia sangat memerlukan
pertolongan Allah Ta’ala. Kebutuhan manusia kepada Allah dan merasa kekurangan
dan keterbatasan dirinya, akan menempatkan doa sebagai suatu yang benar – benar
sangat bernilai bagi manusia.
Al-Imam Ibnu ath-Thaillah mengatakan
:
لايشككنك في الوعد عدم وقوع
الموعود وان تعين زمنه لئلا يكون ذلك قدحا في بصيرتك واخمادا لنور سريرتك
Artinya : “ janganlah menjadikan
seseorang ragu terhadap janji Allah, sebab sebelum terpenuhinya janji tersebut,
walaupun pada saat yang sangat diperlukan. Karena meragukan janji Allah, akan
menjadi sebab si hamba menjadi redup imannya dna penglihatan mata hatinya, dan
memadamkan cahaya jiwanya “.
Apa yag telah dijanjikan Allah
kepada manusia tidak perlu diragukan. Karena hati yang ragu akan membawa akibat
rusaknya iman dan lenyapnya sinar Allah dari hati kita. Oleh sebab itu,
hendaklah seorang mukmin meyakini dengan sepenuh hati, bahwa yang telah
dijanjikan Allah pasti akan di kabulkan.
Allah SWT adalah al-Khaliq yang Maha
Kuasa, serta mengetahui kapan permintaan seorang hamba harus dipenuhi. Seorang
hamba yang berhadapan dengan janji Allah wajib bersikap tenang dan istiqamah.
Artinya tidak selalu bimbang dan ragu, karena perasaan seperti ini menunjukkan
kelemahan iman.
Inilah 12
Waktu Mustajab untuk Berdoa:
- Pada
hari Arafah - Hari Arafah merupakan hari dimana semua jama’ah haji
melakukan wukuf di Arafah atau tanggal 9 Dzulhijjah. Pada hari Arafah,
semua jama'ah disarankan berdoa sebanyak-banyaknya, takterkecuali jama'ah
yang tengah berhaji ataupun jamaah yang tidak tengah menunaikan ibadah
haji. Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:
“Doa yang terbaik adalah doa ketika hari Arafah” (HR. At Tirmidzi). - Bulan Ramadhan, Pada shalat taraweh, setelah melaksanakan witir, dianjurkan untuk berdoa dengan mengucapkan, lafadz, "Subhanalmalikilquddus" sebagaimana diriwayatkan oleh Abu Daud dari Ubay bin Ka’ab. Serta dianjurkan pula untuk mengucapkan kalimat itu sebanyak tiga kali sebagaimana disebutkan didalam riwayat an Nasai.
- Hari Jum’at - Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda,
أن رسول الله
صلى الله عليه وسلم ذكر يوم الجمعة ، فقال : فيه ساعة ، لا يوافقها عبد مسلم ، وهو
قائم يصلي ، يسأل الله تعالى شيئا ، إلا أعطاه إياه . وأشار بيده يقللها
“Rasulullah Shallallahu’alaihi
Wasallam menuturkan perihal hari Jumat lalu beliau bersabda: ‘Di dalamnya terdapat
waktu. Jika seorang muslim berdoa ketika itu, pasti diberikan apa yang ia
minta’. Lalu beliau mengisyaratkan dengan tangannya tentang sebentarnya waktu
tersebut” (HR. Bukhari
935, Muslim 852 dari sahabat Abu Hurairah Radhiallahu’anhu)
- Saat sahur, Sebaiknya, setiap muslim/muslimah membiasakan berdoa setelah witir sebelum fajar, pasalnya pada waktu sahur tersebut merupakan amal yang paling utama dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah Swt. Salah satu doa yang bias dilafalkan oleh setiap musmlim adalah doa berikut.
أَصْـبَحْنا
وَأَصْـبَحَ المُـلْكُ لله وَالحَمدُ لله ، لا إلهَ إلاّ اللّهُ وَحدَهُ لا شَريكَ
لهُ، لهُ المُـلكُ ولهُ الحَمْـد، وهُوَ على كلّ شَيءٍ قدير ، رَبِّ أسْـأَلُـكَ
خَـيرَ ما في هـذا اليوم وَخَـيرَ ما بَعْـدَه ، وَأَعـوذُ بِكَ مِنْ شَـرِّ هـذا
اليوم وَشَرِّ ما بَعْـدَه، رَبِّ أَعـوذُبِكَ مِنَ الْكَسَـلِ وَسـوءِ الْكِـبَر
، رَبِّ أَعـوذُبِكَ مِنْ عَـذابٍ في النّـارِ وَعَـذابٍ في القَـبْر.
- Di antara adzan dan iqamat, Dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, dia berkata bahwa, Rasulullah Saw. bersabda,
إِنَّ
الدُّعَاءَ لاَ يُرَدُّ بَيْنَ الأَذَانِ وَالإِقَامَةِ فَادْعُوا
“Sesungguhnya do’a yang tidak
tertolak adalah do’a antara adzan dan iqomah, maka berdo’alah (kala itu).” (HR. Ahmad)
- Ba'da (setelah) shalat, Dari Abu Umamah, dia berkata; "Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam ditanya; wahai Rasulullah, doa apakah yang paling di dengar? Beliau berkata: "Doa di tengah malam terakhir, serta setelah shalat-shalat wajib." (HR. at-Tirmidzi)
- Saat turun hujan, Dari 'Aisyah Radhiyallahu 'Anha, diriwayatkan
أَنَّ
النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ إذَا رَأَى الْمَطَرَ قَالَ :
اللَّهُمَّ صَيِّبًا نَافِعًا
"Sesungguhnya Nabi Shallallahu
'Alaihi Wasallam apabila melihat hujan, beliau berdoa: ALLAHUMMA SHAYYIBAN
NAAFI'A (Ya Allah, -jadikan hujan ini- hujan yang membawa manfaat atau
kebaikan." (HR. Bukhari)
- Saat dalam jalannya Allah (fii sabilillah). Dalam sirah nabawiyah, di saat perang Uhud, Nabi Muhammad Saw. pernah berdoa. Dalam doanya beliau sangat detil memohon kepada Allah Swt. Berikut doa Nabi Muhammad saat melawan musuh dalam perang Uhud.
اللَّهُمَّ
لَكَ الْحَمْدُ كُلُّهُ اللَّهُمَّ لَا قَابِضَ لِمَا بَسَطْتَ وَلَا بَاسِطَ
لِمَا قَبَضْتَ وَلَا هَادِيَ لِمَا أَضْلَلْتَ وَلَا مُضِلَّ لِمَنْ هَدَيْتَ وَلَا
مُعْطِيَ لِمَا مَنَعْتَ وَلَا مَانِعَ لِمَا أَعْطَيْتَ وَلَا مُقَرِّبَ لِمَا
بَاعَدْتَ وَلَا مُبَاعِدَ لِمَا قَرَّبْتَ اللَّهُمَّ ابْسُطْ عَلَيْنَا مِنْ
بَرَكَاتِكَ وَرَحْمَتِكَ وَفَضْلِكَ وَرِزْقِكَ اللَّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ
النَّعِيمَ الْمُقِيمَ الَّذِي لَا يَحُولُ وَلَا يَزُولُ اللَّهُمَّ إِنِّي
أَسْأَلُكَ النَّعِيمَ يَوْمَ الْعَيْلَةِ وَالْأَمْنَ يَوْمَ الْخَوْفِ
اللَّهُمَّ إِنِّي عَائِذٌ بِكَ مِنْ شَرِّ مَا أَعْطَيْتَنَا وَشَرِّ مَا
مَنَعْتَ اللَّهُمَّ حَبِّبْ إِلَيْنَا الْإِيمَانَ وَزَيِّنْهُ فِي قُلُوبِنَا
وَكَرِّهْ إِلَيْنَا الْكُفْرَ وَالْفُسُوقَ وَالْعِصْيَانَ وَاجْعَلْنَا مِنْ
الرَّاشِدِينَ اللَّهُمَّ تَوَفَّنَا مُسْلِمِينَ وَأَحْيِنَا مُسْلِمِينَ
وَأَلْحِقْنَا بِالصَّالِحِينَ غَيْرَ خَزَايَا وَلَا مَفْتُونِينَ اللَّهُمَّ
قَاتِلْ الْكَفَرَةَ الَّذِينَ يُكَذِّبُونَ رُسُلَكَ وَيَصُدُّونَ عَنْ سَبِيلِكَ
وَاجْعَلْ عَلَيْهِمْ رِجْزَكَ وَعَذَابَكَ اللَّهُمَّ قَاتِلْ الْكَفَرَةَ
الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ إِلَهَ الْحَقِّ
Saat ini, insya allah di
Indonesia kondisinya aman dan tenteram sehingga takperlu jihad fii sabilillah
angkat senjata, tetapi yang perlu dilakukan adalah berperang melawan hawa
nafsu.
- Setelah khatam Alqur’an,
- Di saat sujud,
- Ketika berbuka puasa,
- Pada 1/3 malam yang akhir. Dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Allah Tabaraka wataa'la turun ke langit dunia pada setiap malam, yaitu pada 1/3 malam terakhir seraya berfirman, 'Siapa yang berdo'a kepadaKu niscaya akan Aku kabulkan dan siapa yang meminta kepadaKu niscaya akan Aku berikan dan siapa yang memohon ampun kepada-Ku, niscaya akan Aku ampuni.'" (HR. Bukhari dan Muslim).
PEMBAHASAN
al-ATHA’ wal MANA’
قال الامام
ابن عطاءالله : مت كنت اذا اعطيت العطاء , واذا منعت قبضك المنع , فاستدل بذلك على
تبوت طفوليتك وعدم صدقك في عبوديتك
Artinya : “ ketika diberi suatu
pemberian engkau merasa gembira, namun ketika tidak diberi engkau mersa sedih,
maka hal itu menunjukkan adanya sifat kekanak-kanakanmu dan ketidak jujuranmu
dalam pengabdianmu “
Asy-Syaikh Ibnu ‘Abbad menjelaskan :
sedih ketika tidak diberi dan gembira ketika diberi, kemudian engkau merasa
senang ketika dipuji dan merasa sedih ketika dicela itu merupakan tanda ketidak
jujuranmu dalam pengabdianmu kepada Allah Ta’ala, dan adanya sifat tufaili
(kekanak –kanakan pada dirimu).
Ketika kita berdoa , ketika kita
mempunyai suatu keinginan, dan ketika kita mempunyai kebutuhan, namun doa kita,
keinginan kita, kebutuhan kita tidak diberikan Allah Ta’ala dan kita merasa
sedih karenanya itu tanda bahwa kita tidak tulus dalam mengabdi kepada Allah
Ta’ala. Seharusnya diberi atau tidak diberi sama saja sikap kita, sama-sama
bersyukur.
Namun nyatanya pada diri kita disaat
kita diberi kita senang, disaat tidak diberi kita bersedih itu berarti tidak
tulus dan tidak sungguh-sungguh dalam mengabdi kepada Allah Ta’ala. Dan adanya
sifat tufaili (kekanak-kanakan pada dirimu). Begitu juga disaat dipuji ia
merasa senang dan disaat dicela ia merasa sedih.
Orang yang ketika dipuji ia merasa
hebat, bangga, dan lain sebagainya, dan ketika dicela, dihina, dimaki ia merasa
sedih, itu merupakan suatu sifat dari anak-anak.
Kata ath-thufaili yang dimaksud
adalah orang yang mendatangi pesta jamuan, kemudian masuk bersama para
undangan, padahal ia sendiri tidak diundang. Biasanya kalau kita dipuji pasti
kita senang, bangga merasa hebat, padahal tidak pantas kita mendapat pujian
itu, jadi diumpakan orang yang seperti itu seperti tufaili (anak kecil).
Sikap yang benar adalah : dipuji kita
suka, dan dihina kita juga suka, karena mereka memandang tidak bergerak lidah
orang yang memuji kalau tidak digerakkan Allah ta’ala, dan tidak bergerak lidah
orang yang menghina, kalau tidak digerakkan Allah Ta’ala, pada hakikatnya jika
ada orang yang memuji, hakikatnya Allahlah yang memuji, dan jika ada orang yang
menghina, hhakikatnya adalah Allah yang menghina kan kita. Maka jangan senang
dipuji dan jangan sedih ketika dicaci.
Bahas isti’jal fiddu’a
Jika dipuji :
-
Celalah diri kita, karena
tidak sesuai dengan diri kita dengan apa yang dipuji itu
-
Malu kepada Allah ta’ala,
karena ketika dipuji, tidak ada pujian itu pada diri kita.
-
Banyak- banyak bersyukur dan
memuji Allah Ta’ala karena Allah menutup aib kita.
-
Tidak bersedih ketika dicaci
dan tidak gembira ketika di puji.
Dengan
adanya pemberian, Allah menunjukkan sifat Maha belas kasih, Maha dermawan, Maha
baik, Maha lembut dan Maha Halus. Namun jika Allah Ta’ala tidak memberi,
berarti Allah menunjukkan sifat Maha Kuasa atas segala sesuatu, Maha Besar,
Maha Agung, lantas kalau kita tidak diberi kita mau apa? Mau protes??
والله
اعلم
[1]Makalah ini disampaikan oleh
al-Faqir ilallah Sumitra Nurjaya al-Jawiy pada Majlis Ta’lim Miftahu al-Khair
Halaqah Mahasiswa PAI UNIVA Medan pada tanggal 25 Jumadil Akhir 1435 H
bertepatan tanggal 26 April 2014 di Masjid Nurul Hidayah Jl Garu II A