WAJIBKAH MENGANGKAT / MEMILIH
PEMIMPIN?
Tinggal hitungan
hari saja kita akan menghadapi pemilihan
pemimpin tingkat DPR / DPRD. Dalam setiap pemilihan calon pemimpin di
Indonesia, masih banyak umat Islam yang menyia-nyiakan suaranya, sehingga
menyebabkan tidak sedikit calon pemimpin Islam yang kalah dalam pertarungan. Padahal,
mengangkat pemimpin dalam Islam diperintahkan, baik dalam al-Qur’an maupun
Hadits. Dalam Surat an-Nisa 59 disebutkan bahwa orang-orang mu’min
diperintahkan untuk patuh kepada Allah, Rasul, dan penguasa mereka. Perintah patuh
ini menunjukkan wajib, jadi untuk melaksanakan perintah wajib ini maka wajib
pula memilih pemimpin.
Dalam Hadits riwayat Abu Dawud
diriwayatkan bahwa Nabi saw bersabda : Idza kuntum Tsalasah fi safarin yu’ammiru
ahadahum (jika ada tiga orang dalam perjalanan, hendaklah mereka mengangkat
pemimpin salah satu diantara mereka). Dalam perjalanan saja diperintahkan untuk
mengangkat pemimpin, apalagi dalam bermasyarakat dan bernegara, tuntutan
perintah mengangkat pemimpin, tentunya lebih besar lagi. Oleh karena itu, para
sahabat dan tabi’in ijma’ (sepakat) atas wajibnya mengangkat imam atau
pemimpin. Kenyataan sosial juga menunjukkan bahwa manusia tidak bisa hidup
harmonis tanpa adanya pemimpin yang sah yang mengatur pergaulan mereka.
Tentang wajibnya mengangkat
pemimpin, para Ulama’ dari masa kemasa sepakat. Di antaranya al-Imam
al-Baghdadi (Wafat 429 H) berkata : “ sesungguhnya mengangkat imam adalah satu
fardhu yang wajib. Al-Imam al-Mawardi (W.450 H) berkata : “ kepemimpinan dibuat
untuk menggantikan Nabi dalam menjaga agama dan mengatur dunia dan
mengakadkannya kepada orang yang melaksanakannya (tugas Nabi) ditengah umat
wajib secara ijma’. Ibn Kaldun ( W. 708 H) berkata : “ sesungguhnya mengangkat
imam adalah wajib yang diketahui dalam syara’ dengan ijma’ sahabat dan tabi’in”.
Adapun yang menjadi dalil wajibnya
mengangkat atau memilih pemimpin berdasarkan Q.S al-Maidah ayat 51, Q.S
al-Maidah 57, dan Q.S an-Nisa 144. Ketentuan
wajibnya mengangkat pemimpin dengan ketentuan-ketentuan yang tersebut dalam
ayat-ayat diatas berlaku untuk seluruh umat Islam kapan dan dimana saja mereka
berada. Ketentuan ini berlaku ketika mereka berada dinegri Islam maupun di
negeri sekuler seperti Indonesia.
Keterangan ini sejalan dengan Qaidah
Fiqh, mala yudraku kulluh la yutraku kulluh (sesuatu yang tidak dapat
dilaksanakan secara sempurna seluruhnya, tidak boleh ditinggalkan secara
seluruhnya). Maksudnya, suatu perintah dalam agama yang oleh karena kondisi
tertentu belum dapat ditunaikan secara utuh, menunaikan sebagai perintah yang
dapat dilaksanakan tetap wajib. Karena itu umat Islam yang berada dalam negara
sekuler dan tidak menerapkan dan menetapkan undang-undang syariah tetap wajib
memilih pemimpin, jika pemimpin sekaliber khalifah yang empat tidak ada, maka
minimalnya pun jadilah. Jangan karena tidak ada pemimpin yang sekaliber para
Khalifah yang empat, lantas kita tidak melaksanakan kewajiban kita untuk
memilih pemimpin. Itulah yang dimaksudkan dengan Qaidah di atas. Walallahu
Musta’an.